REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Dukungan terhadap Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida turun satu bulan sebelum pemilihan parlemen. Jajak pendapat terbaru menunjukkan lebih dari setengah pemilih mengkritik bagaimana ia mengatasi kenaikan harga.
Kishida yang menjabat pada September tahun lalu akan memimpin partainya Liberal Democratic Party (LDP) dalam pemilihan majelis tinggi parlemen pada 10 Juli mendatang.
Dukungan terhadapnya biasanya tinggi karena pemilih menanggapi positif upaya mengatasi pandemi virus korona dan invasi Rusia ke Ukraina.
Tapi jajak pendapat Jiji News Agency yang rilis Kamis (16/6) ini menunjukkan dukungan padanya turun 2.1 poin dari bulan sebelumnya menjadi 48,1 persen. Pertama kalinya dukungan pada Kishida di bawah 50 persen selama ia berkuasa empat bulan terakhir.
Lebih dari setengah responden atau 54,1 persen mengatakan mereka kritis terhadap langkah pemerintah mengatasi gelombang kenaikan harga yang didorong invasi Rusia serta jatuhnya nilai mata uang Yen ke titik terendahnya dalam 24 tahun terakhir. Pemerintah dinilai belum mengambil tindakan yang berarti.
Hasil ini serupa dengan jajak pendapat Kyodo News Agency pada awal pekan ini. Sekitar 64,1 persen responden tidak mendukung upaya Kishida mengatasi kenaikan harga sementara dukungan padanya turun 4.6 poin menjadi 56,9 persen.
Walaupun perekonomian tahunan Jepang diperkirakan akan tumbuh 4,1 persen pada kuartal ini karena pandemi virus korona mulai mereda. Turunnya nilai yen mengancam sentimen konsumen karena harga pangan dan bahan bakar sangat menekan rumah tangga.
Namun LDP tetap diunggulkan akan memenangkan pemilihan parlemen mendatang. Sebagian besar karena tidak solidnya partai-partai oposisi.