Sabtu 18 Jun 2022 09:13 WIB

Memahami Ulang Makna Mengubah Kemunkaran

Mengubah kemunkaran dengan tangan tidak selalu dipahami secara harfiah

Memahami Ulang Makna Mengubah Kemunkaran
Foto: AP/Thomas Warnack/DPA
Memahami Ulang Makna Mengubah Kemunkaran

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Miqdam Awwali Hashri

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda: ”Barangsiapa dari kalian melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman”. (HR Muslim)

Baca Juga

Tidak sedikit orang yang memahami hadits di atas, bahwa agar tidak dicap sebagai orang yang lemah iman, maka dalam melihat kemunkaran haruslah mengubah dengan menggunakan tangan. Tidak sedikit pula orang memahami bahwa mengubah kemunkaran dengan menggunakan tangan adalah dengan cara melakukan tindakan anarkis.

Selain itu sebagian juga memahami, bahwa mengubah kemunkaran dengan menggunakan tangan, dapat dilakukan melalui suatu kekuasaan karena dengan kekuasaan tersebut maka kita dapat melakukan perubahan yang besar. Oleh karenanya, tidak jarang orang berlomba-lomba menjadi penguasa dengan niat untuk mengubah kemunkaran.

Pemahaman tersebut tidak sepenuhnya benar namun juga tidak sepenuhnya salah. Dikatakan benar karena secara realita hal itu bisa dilakukan.

Dikatakan salah, ketika orang yang berpaham demikian dapat berpotensi untuk melakukan penyalahgunaan. Jika kedua pemahaman di atas digabung, yaitu melakukan tindakan anarkis sekaligus memiliki kekuasaan, tentunya yang muncul adalah penguasa yang penindas. Kekuasaannya digunakan untuk menindas dengan dalih mengubah kemunkaran.

Padahal makna menggunakan tangan dalam mengubah kemunkaran, secara universal dapat juga dipahami sebagai sebuah “tindakan”. Tindakan yang dimaksud adalah “keteladanan”.

Kita tahu bahwa manusia paripurna yang menjadi teladan kita adalah Nabi Muhammad. Kita pun tahu bahwa Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak. Oleh karena itu, mengubah kemunkaran menjadi kebajikan seyogyanya dilakukan dengan cara menjadi seorang yang bisa diteladani atau role model.

Keteladanan ini memang tidak mudah. Keteladanan adalah perjuangan karena tidak dapat digapai dengan begitu saja.

sumber : Suara Muhammadiyah
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement