Selasa 21 Jun 2022 04:05 WIB

Polusi Udara di Jakarta Memburuk, Warga Mengeluh

Warga menilai kualitas udara di DKI Jakarta kembali seperti sebelum pandemi

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nur Aini
Deretan gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Jumat (17/6/2022). Berdasarkan data IQAir pada Jumat (17/6) pukul 11:30 WIB indeks kualitas udara Jakarta berada pada angka 158 AQI US sementara konsentrasi konsentrasi PM2.5 di udara Jakarta saat ini 14 kali di atas nilai panduan kualitas udara tahunan WHO yang menunjukkan bahwa kualitas udara di Ibu Kota termasuk kategori tidak sehat.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Deretan gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Jumat (17/6/2022). Berdasarkan data IQAir pada Jumat (17/6) pukul 11:30 WIB indeks kualitas udara Jakarta berada pada angka 158 AQI US sementara konsentrasi konsentrasi PM2.5 di udara Jakarta saat ini 14 kali di atas nilai panduan kualitas udara tahunan WHO yang menunjukkan bahwa kualitas udara di Ibu Kota termasuk kategori tidak sehat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kualitas udara di Jakarta pada Senin (20/6) kembali menjadi yang terburuk berdasarkan lembaga pendata IQ Air. Kualitas udara buruk di DKI ini menjadi yang kesekian kalinya dalam beberapa hari terakhir.

Warga asal Jakarta Selatan, Danang (28 tahun) mengeluhkan penggunaan masker yang kini tetap harus digunakan meski bukan demi Covid-19. Dia mengkritik dampak dari kualitas buruk di DKI yang terlihat lebih kasat mata dibanding wabah corona.

Baca Juga

“Tetep harus banyak perlindungan sekarang mah. Di kosan juga sekarang lebih siaga,” kata Danang yang bekerja di bilangan Kuningan, Senin (20/6/2022).

Dia menyebut, dalam beberapa waktu terakhir mendung di Jakarta bukan karena cuaca hendak hujan tetapi karena polusi yang menutupi langit.

Hal serupa juga dikeluhkan oleh warga Jakarta lainnya. Jamal (29 tahun) yang menyebut kualitas udara di DKI saat ini kembali seperti sebelum pandemi.

Dia kecewa, tak bisa leluasa berolahraga di luar ruangan karena kondisi udara yang buruk. Dia tak membuka jendela untuk sirkulasi udara. Dia menutup rapat-rapat jendela dan mulai menyediakan alat penyaring udara saat mengoperasikan pendingin udara.

“Mau gimana lagi. Kita bantu pake kendaraan umum aja sekarang biar kondisi sedikit lebih baik,” tutur Jamal.

Mengutip informasi dari IQ Air, Jakarta pada Senin pagi sempat memuncaki posisi terburuk kualitas udara di dunia. Namun, pada pukul 11.00 WIB, Jakarta berpindah ke posisi ketiga di bawah kota Santiago di Chili dan Kota Dubai di Uni Emirat Arab.

Jakarta memiliki status udara tidak sehat dengan indeks 167. Adapun kategori kualitas udara tak sehat, dikatakan IQ Air berkisar 151 hingga 200. Khusus konsentrasi polutan Partikulat Matter (PM) 2,5 Jakarta tercatat mencapai 14 kali di atas standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).

“Konsentrasi PM 2.5 di Jakarta saat ini 14 kali dari nilai standar WHO,” kata IQ Air dikutip di website resminya, Senin (20/6).

Sementara itu, mengutip redahemisi.jakarta.go.id kualitas udara di DKI juga dinilai kurang baik. Bahkan, hampir seluruh wilayah di DKI hingga Senin siang tercatat berstatus tidak sehat.

Menanggapi hal tersebut, politikus PDIP DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, mengkritik Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang lebih fokus pada upaya mendulang dukungan di Pilpres 2024 nanti. Menurutnya, Anies lupa saat ini udara Jakarta kembali menjadi yang terburuk di dunia.

“Pilpres masih 14 Februari 2024, dan Anies masih menjabat sampai 16 Oktober 2022. Akan tetapi saat udara Jakarta mengalami polusi terberat di dunia, fokus Anies terlihat lebih ke pencapresan,” tutur Gilbert, Senin. 

Dia menambahkan, sejak 17 Juni lalu, kondisi udara di DKI yang berturut-turut paling berpolusi di dunia, tak sedikitpun mendapat perhatian dari Pemprov DKI atau Anies. Padahal, dia menerangkan jika polusi dan kualitas udara demikian berpotensi mengurangi angka harapan hidup warga DKI sekitar empat tahun.

“Ini lebih berbahaya dari AIDS dan penyakit lainnya,” tuturnya. 

Dia mendesak Anies untuk mengatasi pencemaran udara tersebut, mengingat seluruh penduduk DKI dan seisi orang-orang di dalamnya terdampak kondisi tersebut. Gilbert menduga, ada data kenaikan kasus gangguan pernapasan di DKI Jakarta. Meski demikian, dirinya juga meminta semua pihak, termasuk warga bisa membantu hal itu dengan menggunakan kendaraan umum.

“Pemprov juga harus mengevaluasi kebijakan ganjil-genap yang diperluas hingga 26 jalur,” katanya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi soal polutan DKI Jakarta yang kembali memburuk.

“Kami akan cek kembali, akan evaluasi, informasi itu tentu menjadi perhatian,” kata Riza.

Dia menambahkan, masalah udara yang kini dihadapi Jakarta memang karena pandemi yang sudah melandai. Kendaraan yang menyertai polusi, kata dia, menjadi normal kembali.

“Makanya menjadi perhatian kita,” tuturnya.

Ditanya penanganannya, Riza menyebut akan menggenjot berbagai program terkait pengurangan polusi udara Jakarta. Riza menampik program langit biru DKI Jakarta yang belum berhasil.

“Semua itu perlu waktu, semua program akan kita laksanakan,” tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement