REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, yang telah berjanji meningkatkan secara substansial pengeluaran pertahanan negaranya, mengatakan pada Selasa (21/6/2022) tidak ada target angka untuk pengeluaran tersebut.
Dalam menghadapi invasi Rusia ke Ukraina dan situasi yang semakin tegang di Asia dengan uji coba rudal dari Korea Utara dan China yang kian agresif, Kishida telah berjanji untuk memperkuat pertahanan secara fundamental dalam lima tahun. Masalah ini diperkirakan akan menjadi fokus perhatian publik menjelang pemilihan majelis tinggi parlemen Jepang pada 10 Juli. Kampanye dimulai pada Rabu.
Ditanya pada debat para pemimpin partai politik tentang berapa banyak dia berencana meningkatkan pengeluaran pertahanan Jepang dan bagaimana dia akan membiayai kenaikan itu, Kishida mengatakan bahwa tidak ada target numerik dan masalah itu tidak muncul dalam diskusi dengan Presiden AS Joe Biden bulan lalu.
"Kami tidak pernah berbicara dengan target numerik dalam pikiran kami (pada pertemuan puncak) ... Apa yang saya usulkan adalah untuk membangun kemampuan pertahanan yang diperlukan dalam lima tahun, sambil tetap mencermati apa yang terjadi di negara lain," kata Kishida.
"Saat kami bersiap untuk memperoleh apa yang diperlukan, akan jelaslah seberapa besar anggaran (pertahanan) yang kami butuhkan, dan kemudian, tergantung pada besarnya anggaran, kami perlu memikirkan bagaimana membiayainya."
Pelemahan yen terhadap dolar dalam beberapa pekan terakhir ke posisi terendah selama 20 tahun, yang meningkatkan biaya barang impor, akan memberikan tekanan pada biaya pengadaan. Meskipun Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa yang dipimpin Kishida diperkirakan berhasil dalam pemilihan, survei opini publik baru-baru ini menunjukkan dukungan Kishida merayap lebih rendah, ketika sebagian besar pemilih sangat tidak senang dengan kenaikan harga.
Karena tidak ada pemilihan nasional lebih lanjut yang perlu diadakan selama tiga tahun ke depan, kemenangan substansial bagi LDP akan membebaskan Kishida untuk menangani masalah kebijakan mulai dari pelemahan yen hingga merevisi konstitusi yang menolak perang.