REPUBLIKA.CO.ID, LABUAN BAJO -- Pada sidang pertama forum Energy Trantition Working Group (ETWG) salah satu pembahasan yang dicapai oleh para delegasi negara G20 adalah menyepakati skema partnership yang bisa mempercepat transisi energi.
Chairman ETWG G20, Yudo Dwinanda Priaadi, menjelaskan negara G20 mengajukan berbagai usulan, salah satunya adalah bagaimana kerja sama percepatan transisi energi bisa lebih mudah dan konkret.
"Salah satu usulan yang disampaikan dan mendapatkan sambutan positif yakni skema justice energy trantition partnership atau kemitraan transisi energi yang adil," ujar Yudo usai sidang ETWG di Labuan Bajo, Kamis (23/6/2022).
Dengan skema tersebut maka kebijakan transisi energi yang ditempuh suatu negara akan dibackup atau ditopang oleh negara-negara maju yang juga menjadi anggota G20. Tujuannya adalah negara-negara berkembang khususnya memiliki fondasi kuat agar target melakukan transisi energi bisa berjalan.
"Kita bicara mengenai mendorong partnership. Tipe baru kerja sama sifatnya negara punya rencana dibackup banyak mitra," kata Yudo.
Isu ketahanan energi juga menjadi salah satu pembahasan utama terlebih dengan adanya konflik Rusia-Ukraina membuat banyak negara di dunia termasuk anggota G20 khawatir sehingga perlu ada kesepakatan bersama guna memastikan ketersediaan energi. "Ketahanan energi sedang terganggu, ada juga delegasi yang menyinggung agar harga energi diatur lagi," ujar Yudo.
Menurut dia seluruh anggota G20 satu suara agar harga energi bisa terjangkau. Melonjaknya harga energi yang terjadi sekarang ini memicu seluruh negara untuk mengamankan pasokan energinya. "Concern semua pihak harus affordable, semua peduli harga sedang tinggi," ungkap Yudo.