REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar tasawuf Prof Abuddin Nata menyampaikan, dalam perspektif yang paling sederhana dan dasar sejatinya sifat pelit itu telah dilarang dalam agama. Dalam rukun Islam yang ketiga yang menyebutkan kewajiban berzakat bagi kaum Muslim, hal itu merupakan bentuk dasar pengembangan akhlak untuk menjauhi sifat pelit.
"Zakat itu mengandung didikan akhlak. Yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan diri dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, ujar dia.
Pelaksanaan zakat yang berdimensi akhlak ini bersifat sosial-ekonomis. Hal ini dapat dipersubur dengan sedekah yang sifatnya materiel maupun non- materiel, seperti murah senyum dan ramah. Yang mana hal itu sangat berdampak, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Dengan membiasakan diri untuk saling berbagi dan berempati, memberikan sesuatu kepada orang lain sejatinya dapat menguntungkan dirinya sendiri dan juga orang lain.Yakni, pembersihan diri dari sifat kikir tadi dan juga membangun relasi sosial yang lebih baik. Sebab, sesungguhnya manusia selain harus menjalin ikatan dengan Allah, dia juga merupakan makhluk sosial.Istilahnya dikenal dengan hablu minallah wa hablu minannas.
Untuk itu, dia menekankan bahwa sifat pelit merupakan salah satu hal yang harus dihindari agar tidak merugi. Islam mengajarkan umatnya untuk saling berbagi dan menunaikan kewajiban, misalnya saja dengan berzakat. Dia mengutip pendapat Syekh Muhammad Ghazali bahwa hakikat zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.