REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Kepulauan Seribu, Junaedi menyebutkan, aktivitas di Pulau Panjang tidak ada yang ilegal meski ada lapangan terbang dan landasan helikopter (helipad).
"Bukan ilegal. Jadi gini, itu dulu rencana akan dibangun landasan dan helipad itu tahun 2005 kalau gak salah," kata Junaedi di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Kamis (30/6/2022).
Sebenarnya, pihaknya di sana membangun suatu destinasi wisata religi. "Sehingga untuk menarik wisatawan kita cat. Karena Pulau Seribu itu tujuan wisata, kalau kami enggak percantik siapa mau datang," katanya.
Junaedi menyebutkan, pembangunan lapangan terbang dan helipad yang dibangun oleh bupati waktu itu akhirnya bermasalah karena bupati tidak memiliki kewenangan untuk hal tersebut.
Junaedi mengakui bahwa pada 2010 ada temuan BPK yang akhirnya menempatkan posisi Pulau Panjang dalam status quo sehingga menyebabkan pengembangan hingga operasional lokasi tersebut tidak bisa dilakukan.
Namun akhir-akhir ini dilakukan perbaikan seperti revitalisasi komplek makam keramat Sultan Maulana Mahmud Zakaria beserta masjid oleh pihak swasta serta perbaikan dan pengecatan helipad oleh pihak kabupaten.
"Itu hanya mempercantik saja untuk destinasi wisata. Kami tidak mengeluarkan izin," katanya.
Namun pihaknya memperbolehkan pengusaha sebagai donatur untuk memperbaiki makam dan membangun masjid demi membantu pengembangan wisata.
Saat ini, penggunaan lapangan terbang dan helipaddigunakan secara bebas oleh setiap warga, khususnya yang mau melaksanakan wisata religi. "Bukan hanya itu, ketika ada ambulans darurat, itu juga bisa dari situ," tuturnya.
Meski demikian, dia menyebutkan, belum ada penarikan retribusi bagi daerah karena belum ada payung hukum yang menaunginya.
Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi menemukan dugaan aktivitas ilegal di landasan pesawat tak terkelola yang saat ini ada tempat mendarat helikopter (helipad) di Pulau Panjang.
Hal itu ditemukan oleh Prasetyo dan rombongan ketika menyambangi pulau yang merupakan lahan milik Pemprov DKI Jakarta itu dan melihat beberapa tempat di sana sejak pukul 11.17 WIB pada Kamis.
Menurut Prasetyo, seharusnya ada pelaporan dan pembaharuan dalam laporan aset DKI jika fasilitas di pulau tersebut digunakan atau dimanfaatkan sehingga seharusnya terdata sebagai pendapatan daerah.
"Kalau kita tidak datang ke sini, mana kita tahu di sini ada helipad, kok ada helipad (baru) tapi nggak lapor ke kita, ini helipad siluman namanya," katanya.
Ini adalah aset DKI. "Kalau begini pemanfaatannya dilakukan secara gelap. Padahal harusnya bisa memberikan kontribusi ke DKI," kata Prasetyo.
Dia mengaku bingung perihal asal-usul adanya helipad baru di tempat tersebut mengingat lahan tersebut seharusnya berada dalam status quo atau tidak boleh dioperasikan sejak 2010 setelah ada temuan BPK dan kasus korupsi yang menyangkut lahan itu.
"Dan ini (pengembangan) tidak melaporkan secara transparan bahwa di dalam itu ada landasan. Sekarang pertanyaannya, hasilnya lari ke mana? Nanti kita cari," katanya.