Sabtu 02 Jul 2022 13:51 WIB

Taliban: Berhenti Ikut Campur di Afghanistan

Taliban minta dunia tak ajari mereka jalankan pemerintahan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Muhammad Hafil
Taliban Klaim kuasai lembah Pansjhir. (ilustrasi)
Foto: france.c24
Taliban Klaim kuasai lembah Pansjhir. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pemimpin tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada pada Jumat (1/7/2022) menyerukan kepada dunia untuk berhenti memberi tahu mereka bagaimana menjalankan pemerintahan Afghanistan. Mereka bersikeras bahwa hukum syariah adalah satu-satunya model untuk negara Islam yang sukses. 

Akhundzada, yang belum pernah difilmkan atau difoto di depan umum sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus, berbicara di depan pertemuan besar para ulama di ibu kota Afghanistan yang menyerukan untuk menghentikan kekuasaan kelompok Islam garis keras itu. 

Baca Juga

Lebih dari 3.000 ulama telah berkumpul di Kabul sejak Kamis untuk pertemuan tiga hari khusus laki-laki, dan penampilan Akhundzada telah dikabarkan selama berhari-hari, meskipun media dilarang meliput acara tersebut.

“Mengapa dunia mencampuri urusan kita?" tanyanya dalam pidato selama satu jam yang disiarkan oleh radio pemerintah.

“Mereka mengatakan 'mengapa Anda tidak melakukan ini, mengapa Anda tidak melakukan itu?' Mengapa dunia ikut campur dalam pekerjaan kita?” tanya dia lagi.

Akhundzada jarang meninggalkan Kandahar, tempat kelahiran dan jantung spiritual Taliban, dan selain dari satu foto tak bertanggal dan beberapa rekaman audio pidato, hampir tidak memiliki jejak digital. 

Tetapi para analis mengatakan mantan hakim pengadilan Syariah memiliki pegangan yang kuat pada gerakan itu dan dia menyandang gelar “Panglima yang Setia.” 

Kedatangannya di aula pertemuan disambut dengan sorak-sorai dan nyanyian, termasuk "Hidup Imarah Islam Afghanistan," nama Taliban untuk negara itu.

Kemunculan Akhundzada terjadi seminggu setelah gempa kuat melanda bagian timur negara itu, menewaskan lebih dari 1.000 orang dan menyebabkan puluhan ribu kehilangan tempat tinggal.

Tidak ada wanita yang menghadiri pertemuan itu, tetapi sumber Taliban mengatakan kepada AFP bahwa masalah pelik seperti pendidikan anak perempuan menimbulkan pro-kontra di dalam pemerintahan Taliban, akan dibahas. 

Akhundzada tidak menyebutkan subjek dalam pidatonya, yang sebagian besar terbatas pada menyuruh umat beriman untuk secara ketat menjalankan prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan dan pemerintahan. 

Sejak kembalinya Taliban, gadis sekolah menengah dilarang mengenyam pendidikan dan wanita dipecat dari pekerjaan pemerintah. Mereka juga dilarang bepergian sendiri, dan diperintahkan untuk mengenakan pakaian yang menutupi segala sesuatu kecuali wajah mereka.

Mereka juga melarang memutar musik non-religius, melarang penggambaran sosok manusia dalam iklan, memerintahkan saluran TV untuk berhenti menayangkan film dan sinetron yang menampilkan wanita tanpa busana, dan mengatakan kepada pria bahwa mereka harus mengenakan pakaian tradisional dan menumbuhkan janggut mereka. 

Akhundzada mengatakan Taliban telah memenangkan kemenangan untuk Afghanistan, tetapi kembali pada para ulama untuk memberi nasihat kepada penguasa baru tentang cara menerapkan hukum syariah dengan benar. 

“Sistem syariah berada di bawah dua bagian, ulama dan penguasa,” katanya dilansir dari Arab News, Jumat (1/7).

“Jika para ulama tidak menasihati penguasa untuk berbuat baik, atau para penguasa menutup pintu terhadap para ulama, maka kita tidak akan memiliki sistem Islam,” kata dia.

Akhundzada disebut-sebut telah berusia 70 tahun. Ia terkanal berbicara dengan nada terukur yang kuat, kadang-kadang batuk atau berdeham.

Dia memperingatkan bahwa negara-negara non-Muslim akan selalu menentang negara Islam murni, sehingga umat beriman harus menanggung kesulitan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. 

"Anda harus bersaing, Anda harus menanggung kesulitan, dunia saat ini tidak akan mudah menerima Anda menerapkan sistem Islam," katanya. 

Aktivis hak-hak perempuan mengecam kurangnya partisipasi mereka. 

"Perempuan harus menjadi bagian dari keputusan tentang nasib mereka," kata Razia Barakzai kepada AFP, Kamis. 

“Hidup telah diambil dari wanita Afghanistan.” 

SUMBER:

https://www.arabnews.com/node/2114656/world

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement