REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Intelektual muda Muhammadiyah, Sukidi meminta agar spirit persatuan diperkuat kembali menjelang Pemilu 2024.
Menurut dia, keprihatinan nasional tentang polarisasi masyarakat menjelang Pemilu menuntut untuk memperkuat kembali spirit dan ikatan persatuan sesama anak bangsa.
Doktor dari Universitas Harvard, Amerika Serikat ini menjelaskan, prasangka negatif yang merebak sehari-hari menjadi faktor pendukung merenggangnya kohesi sosial dan pudarnya spirit kebinekaan di masyarakat.
Oleh karena itu, dia menegaskan pentingnya menegakkan spirit persatuan di tengah keterbelahan sosial dan polarisasi yang mengancam keutuhan nasional.
Apalagi, lanjut dia, Indonesia adalah milik semua. Menurut dia, semua lapisan masyarakat harus ikut berpartisipasi aktif dalam mengisi perjalanan bangsa Indonesia ke depan sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.
Dia pun menyampaikan fakta di mana sebagian masyarakat masih menganggap etnis Tionghoa sebagai ancaman, sehingga sebagian dari mereka belum dapat berdiri setara dengan warga negara lainnya.
“Begitu juga dengan penganut agama minoritas, yang sangat susah untuk mendirikan gereja di Bekasi hingga membutuhkan waktu hampir 20 tahun,”ujar Sukidi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/7/2022).
Ironisnya, warga Muhammadiyah yang organisasinya telah berdiri sebelum Republik Indonesia diproklamirkan pun mendapatkan halangan ketika mendirikan masjid. “Bahkan perumahan untuk para pekerjanya pun dibakar sehingga masjid susah untuk didirikan,” ucap dia.
Sukidi menegaskan, agama seharusnya menjadi sumber belas kasih (compassion), bukan faktor yang dapat memecah belah. Iman yang benar selalu paralel dengan persatuan dan kecintaan kepada Tanah Air karena Pancasila yang disepakati bersama telah selaras dengan nilai-nilai utama agama. “Ini harus terus digelorkan agar semua agama, etnis, dan suku bersama-sama membangun Indonesia,” katanya
Bagi Sukidi, fakta-fakta menyesakkan hati di atas terjadi karena prasangka negatif yang diakibatkan oleh terkikisnya spirit kesatuan, memudarnya sikap toleran, dan terkoyaknya kesadaran kebinekaan.
Dalam situasi ini, sangat penting bagi masyarakat untuk merefleksikan kembali warisan para pendiri bangsa mengenai pentingnya menghargai perbedaan dan perlunya hidup secara berdampingan di tengah kebinekaan.
Dengan spirit kebhinekaan, tambah dia, setiap warga dituntut saling mengenal, berpartisipasi aktif, dan bergotong royong untuk menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan, terutama menghilangkan rasa curiga, menepis prasangka, dan sikap benci terhadap yang lain.
“Keterlibatan setiap warga negara ini sangat penting dalam menegakkan kebinekaan, sekaligus juga, yang oleh Bung Karno disebut, untuk mengikis egoisme bernegara,” jelas Sukidi.