REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pulau Tidung yang termasuk ke dalam gugusan Kepulauan Seribu menjadi destinasi wisata populer bagi masyarakat Jakarta. Setidaknya 4–6 ribu orang mengunjunginya dalam sepekan.
Sayangnya, keelokannya ternodai pencemaran limbah dan sampah yang berjejer di sepanjang garis pantai dan hutan mangrove. Pemandangan berbeda ditemui pada Ahad (18/9) ini.
Sejak Sabtu (17/9), ribuan masyarakat setempat melakukan aksi bersih Pulau Tidung dari sampah. Mereka juga melakukan penanaman mangrove, penanaman batu kubus untuk perlindungan terumbu karang, dan pemasangan instalasi listrik.
Kebutuhan listrik Pulau Tidung masih sangat tergantung pada generator listrik yang bahan bakarnya dari solar. Penggunaan listrik pun dibatasi pada waktu-waktu tertentu saja. Padahal, pulau ini memiliki potensi energi terbarukan, yaitu energi surya.
Pemasangan listrik tenaga surya skala sederhana tersebut untuk menerangi perpustakaan rakyat yang ada di Pulau Tidung. Koordinator Solar Generation Greenpeace Indonesia Didit Wicaksono mengatakan masyarakat Pulau Tidung harus segera menghentikan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
"Pemerintah juga perlu menjamin hak masyarakat untuk mengembangkan sumber-sumber energi terbarukan berbasis masyarakat," ungkapnya, Ahad (18/9) saat melakukan kegiatan konservasi bersama Komunitas Kakigatel di Pulau Tidung.
Aksi konservasi nyata tersebut, menurut Kordinator Komunitas Kakigatel Bartasan Wauran diprakarsai solidaritas dan tanggung jawab anak-anak bangsa. Tujuannya menciptakan edukasi yang luas tentang lingkungan, pendidikan, dan pariwisata.
"Edukasi tak mengenal waktu, hanya memerlukan konsistensi tinggi dan berkelanjutan," ungkapnya.