REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, membolehkan siswa baru dari keluarga miskin tidak mengenakan baju seragam sekolah selama tiga bulan, jika dalam waktu itu belum mampu membeli. "Selama tiga bulan sejak menjadi siswa baru, boleh tidak mengenakan seragam khas sekolah," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mataram H Lalu Makmur Said, ketika mengadakan pertemuan dengan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram Hj Nyanyu Ernawati, di Mataram, Jumat.
Menurut dia, pemakaian seragam khas sekolah sudah berlaku di seluruh Indonesia. Hal itu dilakukan agar setiap sekolah memiliki ciri khas tersendiri.
Makmur juga menegaskan, pihak sekolah tidak boleh melakukan praktik jual beli seragam karena itu melanggar Peraturan Wali Kota (Perwal) tentang Pendidikan. "Kalau dilakukan secara individu boleh-boleh saja, meskipun transkasi di lingkungan sekolah. Paling tidak, seragam yang dijual harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan harga di pasaran, sehingga tidak terlalu memberatkan orang tua siswa," ujarnya.
Selain melarang praktik jual beli seragam oleh pihak sekolah, kata dia, Pemerintah Kota Mataram juga melarang keras adanya pungutan saat penerimaan siswa baru. Sekolah hanya diperbolehkan menarik sumbangan sesuai dengan kemampuan para orang tua siswa dan sudah disepakati dengan sekolah dan komite sekolah.
Sumbangan yang dikeluarkan oleh para wali murid juga tidak untuk membangun infrastruktur seperti ruang kelas, karena itu merupakan kewajiban pemerintah. Hal itu sudah tertuang dalam Perwal Pendidikan.
Oleh sebab itu, Makmur meminta kepada masyarakat untuk berani dan jujur dalam memberikan laporan terkait tindakan sekolah yang menarik pungutan atau sumbangan yang berlebihan. "Saya minta kepada masyarakat untuk berani dan jujur memberikan laporan. Jangan ketika sudah disepakati dengan pihak sekolah dan komite sekolah, baru keberatan di belakang," ujarnya.
Ketua LPA Kota Mataram Nyanyu Ernawati yang juga anggota Komisi II DPRD Kota Mataram, meminta masyarakat untuk tidak mengeluarkan sumbangan jika tidak ada kesepakatan dengan pihak sekolah atau komite sekolah. Ia juga meminta seluruh komponen masyarakat ikut mengawasi jika ada praktik pungutan yang dilakukan oleh sekolah pada saat penerimaan siswa baru karena itu melanggar Perwal Pendidikan.