REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Kalangan ulama mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk memperjelas status rancangan qanun (Perda) tentang jinayat dan hukum acara jinayat yang hingga kini belum ditandatangani oleh Pemerintah Aceh.
"Kita minta kejelasan DPRA dan Pemerintah Aceh terkait dengan rancangan qanun tersebut, apakah perlu dibahas ulang atau tidak. Kalau tidak segera ditandatangani oleh gubernur," kata Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk Faisal Ali di Banda Aceh, Rabu.
Hal itu disampaikan terkait masih terkatung-katungnya status rancangan qanun tentang jinayat dan hukum acara jinayat, meski DPR periode 2004-2009 telah menyetujuinya namun hingga kini belum disepakati oleh Pemerintah Aceh.
Bahkan, ia menjelaskan rancangan qanun jinayat dan hukum acara jinayat sebagai komitmen bersama penerapan Syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) itu tidak dimasukkan dalam program legislasi (prolegasi) DPRA 2012.
"Artinya, jika memang belum disepakati antara eksekutif dan legislatif terkait dengan rancangan qanun itu, maka sudah seharusnya dibahas ulang di DPRA dan hal tersebut memungkinkan dimasukkan kembali dalam prolegda 2012," kata Faisal Ali yang juga Ketua PWNU Aceh.
Yang lebih memprihatinkan, katanya sejumlah anggota legislatif dari partai berbasis Islam di DPRA seperti PKS, PPP dan Partai Daulat Aceh (partai politik lokal) tidak memperjuangkan rancangan qanun jinayat dan qanun acara jinayat agar menjadi qanun.
"Mereka di luar gedung DPRA selalu menyatakan komitmen terhadap penegakan Syariat Islam kaffah di Aceh, tetapi masalah dua rancangan qanun tersebut hingga kini juga belum bisa dituntaskan menjadi qanun," kata dia menambahkan.
Menurut Sekjen HUDA, pemerintah dan legislatif Aceh tampaknya tidak komit dengan penerapan Syariat Islam kaffah di provinsi berjuluk daerah Serambi Mekah itu.
Untuk itu, Faisal Ali mengharapkan Pemerintah Aceh kedepan harus bersikap dan bertindak bersama-sama menjalankan Syariat Islam kaffah, tidak terpengaruh oleh kepentingan lain yang tidak menginginkan aturan hukum syariah diterapkan di provinsi ujung paling barat Indonesia itu.