REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ekonomi Syariah dan Halal KH Sholahuddin Al Aiyub mengatakan, MUI melakukan inisiasi sertifikasi halal pada akhir tahun 1980 dengan tujuan Himaayatan Lil Ummah atau untuk melindungi umat Islam. Ia menegaskan, halal merupakan bagian dari aqidah.
"Kesulitan atas informasi halal dan haram merupakan salah satu alasan pentingnya sertifikasi halal. Akhirnya, LPPOM MUI mengambil peran untuk menghimpun para saintis dalam menjamin sertifikasi halal," kata Kiai Sholahuddin saat menyampaikan pidato dalam acara Halal Award 2022, Kamis (7/7/2022).
Ia mengatakan, untuk memenuhi pelayanan yang lebih baik, LPPOM MUI perlu bekerja sama dengan instansi-instansi, seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN), dan pegiat halal seperti Halal Lifestyle Indonesia, dan lain sebagainya.
Kiai Sholahuddin juga menekankan industri merupakan pilar penting dalam permasalahan halal. Kesadaran industri akan mendorong pemenuhan akan kebutuhan halal. Tentu hal ini akan menambah berkah yang berarti Az-ziyadah fil Khairah.
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menyampaikan bahwa sertifikat halal tidak sekedar untuk memenuhi regulasi, tapi sebagai bentuk tanggung jawab kepada konsumen Muslim.
"Sertifikat halal merupakan bentuk tanggung jawab terhadap konsumen Muslim, karena sertifikat halal tidak hanya sekedar selembar kertas yang sekedar memenuhi regulasi, tapi lebih dalam lagi ini bentuk pertanggungjawaban kepada konsumen Muslim," kata Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati kepada Republika usai acara Penganugerahan Penghargaan LPPOM MUI Halal Award 2022 di IPB International Convention Center, Botani Square, Kamis (7/7/2022)
Muti mengatakan, LPPOM MUI berharap sertifikat halal akan memberikan dampak yang positif dan nilai tambah yang bagus kepada perusahaan yang memilikinya. Karena sertifikat halal bisa memberikan jaminan, dengan jaminan halal tersebut perusahaan bisa merebut kepercayaan masyarakat.