Sungai Baliem membentang indah di sudut kota distrik Wamena, bukit-bukit berbaris disekitar lembah tak kalah mempesona. Meski hanya kota distrik tetapi ramai juga pendatang dari Minang yang rancak bana hingga cak sate dari Madura. Mencari sedikit pundi-pundi untuk memenuhi tuntutan kehidupan. Sehari-hari mereka hidup damai tanpa ada gangguan sedikitpun, ramai menyusuri hiruk pikuk pasar Wouma Wamena dengan interaksi jual beli.
Namun, suasana itu berubah mencekam ketika kelompok kriminal bersenjata (KKB) menyerang kota Wamena. Menurut penuturan warga yang selamat, serangan itu ditujukan kepada para pendatang. Kelompok tersebut menyiramkan minyak bahan bakar (BBM) ke salah satu toko penjual. Semua bangunan itu musnah terbakar dilahap si Jago merah merembet keberbagai bangunan sekitar.
Warga panik tak dapat menyelamatkan diri, merenggut nyawa salah seorang dokter asal Semarang yang sungguh dramatis. Umumnya konflik ini dipicu seperti isu hoax yang menyebar di kalangan mahasiswa Surabaya terhadap mahasiswa Papua.
Kabarnya isu ini sengaja dihembuskan oleh kader-kader kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda.
Tanpa disadari isu untuk memerdekakan diri warga Papua bertepatan dengan peringatan HAM sedunia. Ini menjadi sebuah kesempatan bagi pihak yang ingin membuat Indonesia terpecah bela, membawa persoalan Wamena ke meja Internasional seiring akan berlangsungnya sidang HAM PBB pada 9-27 September 2019 di Swiss dan New York Amerika agar menarik perhatian dunia.
Lalu, disaat yang sama saat anak-anak Papua busung lapar justru kekayaan SDA dijarah, gelimang emas tanah Papua di bawah pijakan kaki mereka dikuras tak bersisa oleh intervensi asing. Hal tersebut bisa saja menyulutkan genderang perang bumi Papua untuk merdeka. Apa-apa mereka punya, namun hidup tak pulala sejahtera. Inilah persoalan yang sangat sensitif ditengah-tengah masyarakat dengan pergolakan sistem perekonomian ala Barat.
Ketika ketimpangan ekonomi ini melanda Wamena seperti halnya penduduk tempatan yang tak mendapatkaan kesejahteraan yang layak, kemudian para perantau memiliki kesempatan yang lebih baik secara ekonominya. Ditambah pula isu tersebut digoreng sebagai isu lokal untuk Papua agar bisa memerdekakan diri serta digalakkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab supaya Papua keluar dari keadaan terpuruk.
Padahal ketimpangan ekonomi yang begitu tinggi adalah akibat dari ekonomi kapitalistik membuat negara tersandera tidak memberikan daya dukung ekonomi yang memadai kepada rakyat. Rakyat memenuhi kebutuhan ekonominya dengan kapasitasnya masing-masing. Otomatis penduduk lokal yang kurang produktif dan skill akan terpuruk ekonominya.
Jelas ketidakadilan semacam ini karena penerapan dari sistem Barat, karenanya solusi untuk disintegrasi Papua bukanlah dengan kebijakan tambal sulam yang kemudian akan menimbulkan kekecewaan yang lebih dalam lagi. Kemudian aspirasi rakyat Papua cenderung tidak diwakili oleh wakil rakyat sehingga menimbulkan ketidak adilan hukum dan politik.
Sistem politik ini akan membuka celah lebar untuk disintegrasi dan sistem ini jualah mustahil untuk menyatukan, karena potensi untuk memusuhi sesama peluangnya lebih besar.
Hanya dengan sistem terbaik sajalah yang mampu menyelesaikan masalah kekisruhan Papua. Sistem yang memutus segala mata rantai kerusakan sosial dan meninggikan kehormatan serta harkat martabat bangsa. Kita diciptakan berbangsa-bangsa supaya saling mengenal, Allah megabadikanNya dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (TQS. Al-Hujurat :13)
Sistem terbaik itu bisa memberikan konstribusi besar dalam kehidupan sosial. Apa lagi yang bisa mengatur jika bukan Islam jawabannya.
Pengirim: Istiqomah, Pegiat Literasi Kepulauan Riau