REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak, mendorong pembangunan pabrik minyak goreng BUMD PT Food Station Tjipinang Jaya. Menurutnya, dorongan dan persetujuan itu dilakukan demi menjaga stabilitas pangan DKI Jakarta, khususnya menyoal minyak goreng.
Ditanya mengenai studi kelayakan yang belum disampaikan ke DPRD, Gilbert tak menampiknya. Dia menduga, hal itu dilakukan karena BUMD tidak akan membutuhkan penyertaan modal daerah (PMD). “Tapi mungkin menggunakan dana perusahaan,” kata Gilbert kepada Republika, Senin (11/7)
Gilbert juga mendukung, wacana pembangunan pabrik yang akan dibangun awal tahun depan di Cilegon, Banten. Menurutnya, hal itu penting dilakukan untuk pertimbangan lahan dan harga produksi serta pengelolaan limbahnya.
“Kita setuju (pembangunan pabrik migor) demi menjaga stabilitas pangan. Tapi, selain minyak goreng, perlu juga menjaga stabilitas pangan yang lain karena persoalan kontemporer,” jelas dia.
Sementara itu, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, Pamrihadi Wiraryo, mengatakan, pihaknya sejauh ini masih membuat rancangan studi kelayakan sebelum eksekusi pembangunan pabrik minyak goreng. Pamrihadi menekankan, pembangunan dimulai pada Januari 2023. Sedangkan target penyelesaian, kata dia, ditargetkan rampung pada Juni 2023.
“Kita lagi bikin studi kelayakan dan kajian-kajiannya. Apabila DPRD butuh pemaparan, akan kita paparkan nanti. Tapi saat ini kita sedang berproses,” jelasnya.
Dia menegaskan, dana pembangunan pabrik berasal dari dana tiga BUMD Food Station DKI Jakarta, lalu PT Jateng Agro Berdikari dan Agro Jabar. Dia berkisar, dana pembangunan pabrik ada di angka Rp 150 miliar.
“Tapi mungkin nggak sampai segitu juga. Nilai totalnya dibagi tiga daerah. Tapi ada kemungkinan juga Jawa Timur ikut bergabung,” tuturnya.
Pamrihadi mengatakan, pendanaan pembangunan pabrik itu berasal dari BUMD masing-masing daerah. Untuk penyertaan modal, apakah menggunakan kredit bank atau skema lainnya, Pamrihadi, tak mempermasalahkannya.
Lokasi pabrik, kata dia, dipastikan di Cilegon, karena akan dilakukan penandatanganan MoU dengan Krakatau Logistik selaku pemilik lahan pabrik minyak goreng nantinya. Dia tak memerinci berapa luas dari pabrik itu nantinya.
Pamrihadi menjelaskan, lokasi pabrik minyak goreng di Cilegon, dipastikan jadi setelah ada studi kelayakan sebelumnya. Dia menyebut, dengan lokasi Cilegon yang dekat dermaga akan memudahkan distribusi pengiriman dari kapal tongkang atau tanker melalui pipa ke lokasi pabrik. “Tujuannya untuk cost efisiensi,” tutur dia.
Jika pabrik jadi dibangun di Jawa Barat atau Jawa Tengah, perlu ada proses pemindahan minyak dari tanker menggunakan truk-truk ke lokasi pabrik. Alih-alih demikian, Cilegon dinilainya tidak akan membutuhkan proses dan biaya tersebut. Ke depannya, pihak dia akan mengkaji apakah satu pabrik itu bisa mencukupi distribusi keempat daerah atau tidak. Karenanya, pembangunan pabrik minyak goreng masih ditargetkan selesai satu di Cilegon. “Tahap pertama di Cilegon kita lihat kapasitasnya. Kalau satu pabrik bisa meng-cover empat provinsi, kenapa harus nambah lagi,” tegasnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempercayakan pembangunan pabrik minyak goreng PT Food Station Tjipinang Jaya, kepada BUMD milik DKI Jakarta tersebut. Pembangunan fasilitas tersebut, kabarnya akan menggandeng BUMD milik Provinsi Jawa Barat (PT Agro Jabar) dan milik Jawa Tengah (PT Jateng Agro Berdikari).
"Itu terserah saja, kami berikan kelonggaran seluas-luasnya untuk BUMD DKI dan BUMD provinsi lain baik Jawa Barat, Jawa Tengah, atau daerah lain silahkan. Ini kan kerja sama yang baik dan harus saling mendukung," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria beberapa waktu lalu.