Rabu 13 Jul 2022 18:56 WIB

China Setop Uji Covid-19 untuk Barang Impor

China telah menyeka dan mendisinfeksi pengiriman luar negeri sejak 2020.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Dwi Murdaningsih
Warga mengantre untuk tes COVID-19, Rabu, 6 Juli 2022, di Shanghai, China.
Foto: AP Photo/Chen Si
Warga mengantre untuk tes COVID-19, Rabu, 6 Juli 2022, di Shanghai, China.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Komisi Kesehatan Nasional China mengumumkan akan menghentikan uji beberapa barang impor untuk Covid-19. Hal ini dilakukan ketika Beijing berjuang menerapkan strategi no-Covid dengan perlambatan ekonominya.

China telah menyeka dan mendisinfeksi pengiriman luar negeri sejak 2020. Beijing juga kerap menyalahkan impor untuk wabah yang muncul kembali di negaranya.

Baca Juga

Pembatasan barang impor sebelumnya telah menciptakan hambatan untuk beberapa produk. Dalam satu contoh mengharuskan ribuan ton buah tropis mendekam di perbatasan dengan Vietnam sementara pengemudi menunggu untuk diizinkan masuk ke China.

"Barang-barang yang tidak didinginkan, termasuk pengiriman batu bara, bijih mineral, bahan makanan dan pakan ternak sekarang dapat masuk ke China tanpa swab untuk Covid-19," kata Komisi Kesehatan Nasional (NHC) seperti dilansir laman Al Arabiya, Rabu (13/7/2022).

NHC mengatakan, barang-barang berisiko tinggi tertentu masih harus didesinfeksi. "Keputusan itu dimaksudkan untuk memastikan stabilitas rantai industri dan pasokan dan mencatat bahwa di bawah kondisi suhu kamar, virus corona baru hanya dapat bertahan untuk waktu yang singkat di permukaan sebagian besar objek," kata NHC.

Impor berpendingin dan beku akan terus diuji berdasarkan aturan saat ini. Para ilmuwan mengatakan, terdapat sedikit bukti bahwa virus corona yang dibawa pada benda-benda seperti produk rantai dingin dapat menginfeksi manusia.

CDC Amerika Serikat merekomendasikan disinfektan permukaan yang sering disentuh oleh pasien Covid-19. China tetap terikat pada kebijakan nol-Covid, menghancurkan wabah baru dengan penguncian cepat, karantina paksa, dan pembatasan perjalanan yang berat meskipun meningkatkan kelelahan publik dan kerusakan ekonomi.

Namun demikian strategi itu telah melemahkan pertumbuhan. Kota terbesar di negara itu seperti Shanghai, ditutup selama dua bulan karena kebangkitan virus dan menyebabkan rantai pasokan berantakan dan menyebabkan pabrik tutup. Sementara puluhan kota lainnya bergulat dengan aturan yang diperketat untuk memerangi wabah lokal.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement