REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyoroti pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS bakal berdampak negatif terhadap impor barang Indonesia. Depresiasi yang tak terkendali bakal membuat harga-harga barang impor yang dibutuhkan industri nasional menjadi jauh lebih mahal.
"Perlu diwaspadai terkait pelemahan rupiah, ini harus dijaga supaya itu tidak terus meningkat karena bisa membebani pelaku usaha yang punya ketergantungan impor bahan baku cukup tinggi," kata Kepala BPS, Margo Yuwono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/7/2022).
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia mencatat, nilai tukar rupiah sudah berada pada level Rp 14.999 per dolar AS hingga Rabu (14/7/2022) kemarin.
BPS juga mencatat, pelemahan nilai rupiah terus berlanjur sejak Januari 2022. Awal tahun ini, nilai rupiah masih berada pada rentang Rp 14.200 - Rp 14.400 per dolar AS, namun memasuki Juli telah menembus level Rp 15 ribu per dolar AS.
Margo menuturkan, sepanjang bulan Juni 2022, total nilai impor mencapai 21 miliar dolar AS, tumbuh 12,87 persen secara bulanan (mtm) maupun secara tahunan (yoy).
Menurut penggunaan barang, impor bahan baku menjadi yang terbesar, yaki 16,23 miliar dolar AS. Angka itu naik 10,72 persen mtm atau tembus hingga 24,56 persen. Kemudian, impor barang modal mencapai 3,08 miliar dolar AS, melonjak 26,3 pesen mtm juga naik 20,85 persen yoy.
Ia menekankan, kenaikan impor bahan baku dan barang modal menunjukkan indikator ekonomi yang meningkat. Setidaknya dalam semester pertama tahun ini. Impor bahan baku yang terus tumbuh mencerminkan ekonomi domestik yang terus bergerak karena industri-industri pengolahan mulai beraktivitas menghasilkan barang.
Hanya saja, nilai tukar rupiah yang dalam tren pelemahan bisa mengerek harga-harga barang impor dan akan sangat dirasakan bagi pelaku industri."Apalagi, kalau dilhat, kontribusi impor bahan baku penolong terhadap total impor mencapai 77,27 persen diikuti barang modal 14,65 persen," katanya.
BPS mencatat, kendati nilai impor selama Juni meningkat, nilai ekspor tercatat mengalami kenaikan yang lebih tinggi. Nilai ekspor tercatat tembus 26,09 miliar dolar AS, tumbuh 21,3 persen mtm yang juga tumbuh 40,6 persen yoy. Dengan begitu, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus 5,09 miliar dolar AS.