REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Inggris memutuskan memperpanjang program vaksin booster untuk usia 50-an tahun ke atas. Hal itu sebagai tanggapan atas melonjaknya kasus positif Covid-19 di negara itu.
Inggris menghadapi gelombang kelima Covid-19 yang didorong oleh dua subvarian omicron BA.4 dan BA.5. Mengingat semakin banyak orang jatuh sakit, ada kesadaran yang berkembang bahwa Covid-19 bukan penyakit musiman, tetapi ancaman sepanjang tahun.
Terlepas dari pembatasan kegiatan masyarakat, pertahanan paling ampuh pemerintah terhadap ancaman ini adalah vaksinasi. Ketika gelombang terus meningkat maka pemerintah meluncurkan program dosis keempatnya.
Di bawah pengumuman terbaru, semua yang berusia di atas 50 tahun akan diberikan vaksin booster pada musim gugur ini. Selain semua yang berusia di atas 50-an, semua orang muda yang berisiko tinggi Covid-19, staf kesehatan, dan perawatan sosial juga akan diberikan dosis penguat.
Ini berbeda dari rencana awal yang tidak memberikan booster kepada mereka yang berusia antara 50 hingga 65 tahun. Sementara kelompok usia telah diumumkan, tetapi rincian peluncuran belum ada. Profesor dari Komite Gabungan untuk Vaksinasi dan Imunisasi (JCVI), Anthony Harnden, mengatakan bahwa vaksin booster Covid-19 sangat efektif untuk meningkatkan kekebalan.
"Dengan menawarkan dosis lebih lanjut kepada mereka yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah musim gugur ini, kami berharap dapat meningkatkan kekebalan secara signifikan, mengurangi risiko rawat inap dan kematian selama musim dingin," kata Harnden, dilansir Express, Selasa (19/7/2022).
Program vaksin booster muncul saat data menunjukkan satu dari 18 orang di Inggris dites positif terkena virus corona. Dalam sebuah pernyataan, Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan pemerintah telah mengonfirmasi fase berikutnya dalam program booster untuk menjaga pertahanan tetap kuat selama musim gugur dan musim dingin.
Seperti dosis vaksin lainnya, booster juga dapat menyebabkan beberapa efek samping. Efek sampingnya antara lain lengan yang sakit akibat suntikan, merasa lelah, sakit kepala, merasa sakit, dan demam.
"Cara pandemi telah terjadi dan terus berlanjut tidak terduga," ujar ahli epidemiologi di Harvard University, Stephen Kissler.