REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Cucu Nabi Muhammad ﷺ, Al-Hasan dan al-Husain senantiasa belajar makna kesabaran dari Rasulullah. Apabila ada di antara akhlak beliau yang belum mereka miliki, pasti akhlak tersebut akan diajarkan kedua orang tua mereka.
Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, Untuk itulah, Ali pernah duduk bersama al-Hasan dan al-Husain, atau salah satunya. Lalu bertanya tentang akhlak-akhlak mulia dan sifat-sifat kesatria, salah satu yang ditanyakannya kepada al-Hasan adalah tentang kesabaran. “Apakah kesabaran itu?” Al-Hasan menjawab: “Menahan amarah dan menguasai diri.” (Al-Bidayah wan Nihayah)
Kesabaran al-Hasan dapat dilihat melalui sejumlah peristiwa yang pernah dilaluinya. Salah satunya ketika terjadi perdebatan antara dia dengan Marwan bin al-Hakam.
Ketika itu Marwan berkata kasar, namun al-Hasan tidak membalasnya, tetapi diam saja. Tidak lama kemudian Marwan membuang ingus dengan tangan kanannya. Melihat perbuatan tersebut, al-Hasan menegurnya: “Apa-apaan kamu ini! Apa kamu tidak tahu bahwa tangan kanan itu untuk urusan wajah, sementara tangan kin untuk urusan kemaluan. Celakalah kamu!” Mendengar nasihat itu, Marwan diam saja. (Siyar A'lamin Nubala)
Perhatikanlah bagaimana al-Hasan yang hanya diam ketika Marwan berkata kasar kepadanya, karena sikap Marwan ini menyangkut hubungan pribadi, al-Hasan pun mendiamkannya. Namun ketika Marwan menyalahi sunnah, al-Hasan tidak bisa tinggal diam.
Dia marah karena Allah dan Rasul-Nya, serta menjelaskan bagaimana yang benar. Alangkah mulia tindakan al-Hasan tersebut.
Saat al-Hasan meninggal dunia, Marwan bin al-Hakam menangisi jenazahnya. Melihat hal itu, al-Husain berkata kepadanya: “Kenapa kamu menangisinya, padahal semasa hidupnya kamu sangat kasar terhadapnya.”
Marwan mengakui perkataan al-Husain sambil berkata: “Aku memang telah bersikap kasar kepada orang yang lebih sabar daripada gunung itu.” Marwan mengatakan demikian sambil menunjuk ke arah Gunung (Uhud).” (Tahdzibul Kamal)