Senin 25 Jul 2022 03:02 WIB

Citayam Fashion Week, Antara Kreativitas dan Ketertiban Umum

Aksi remaja di Citayam Fashion Week berpotensi mengganggu ketertiban jalan.

Red: Friska Yolandha
Warga berswafoto dengan Remaja asal Citayam yang viral, Bonge (tengah) di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Area sekitar taman Stasiun MRT Dukuh Atas menjadi ruang publik favorit yang ramai didatangi oleh kalangan remaja dari daerah pinggiran Ibu Kota. Kedatangan mereka untuk menghabiskan waktu libur sekolah dengan bercengkrama bersama sahabat dan membuat konten media sosial. Republika/Putra M. Akbar
Foto:

Pro-kontra

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mendukung dan mengapresiasi kreativitas anak-anak muda tersebut dalam CFW. Alasannya, mereka bisa menampilkan kreasi dan ekspresi serta mengenalkan busana yang merupakan produk lokal.

Namun, di tengah hingar-bingar "Citayam Fashion Week", ia mengakui ajang itu melahirkan sisi lain yang tidak bisa dikesampingkan. Tentu yang terlupakan adalah para pejalan kaki, para pekerja kantoran yang biasa bebas lalu-lalang berjalan di trotoar dari stasiun menuju tempat kerja dan sebaliknya, kini tak mudah bergerak karena semakin ramainya kawasan Dukuh Atas.

Belum lagi jalur penyeberangan jalan yang kini berubah menjadi ajang peragaan busana dan lalu lalang kendaraan yang melintas di kawasan itu terpaksa harus terhenti.

Meski Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jakarta adalah level satu dan pandemi COVID-19 masih belum dinyatakan berakhir, namun kerumunan di Dukuh Atas terbilang tinggi. Apalagi saat malam dan akhir pekan suasana padat orang yang sebagian di antaranya tidak menggunakan masker untuk melindungi diri dari penularan COVID-19.

Petugas gabungan pun diturunkan di kawasan itu setiap hari untuk memastikan ketertiban, meski jumlahnya masih kalah dari para pengunjung.

Potensi pelanggaran

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak melarang aksi remaja melakukan peragaan busana di "SCBD". Menurut dia, aktivitas para remaja itu baru bisa dilarang ketika ada surat atau berupa ketetapan sehingga komentar atau tanggapan tidak bisa melarang kegiatan para ABG di Dukuh Atas itu.

"Selama belum ada surat maka tidak ada larangan," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Jumat (22/7/2022).

Sementara itu, lembaga swadaya masyarakat, Jakarta Watch menyoroti mengapa ajang itu tetap berjalan meski tidak sesuai peruntukan padahal sudah diatur Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ketua Jakarta Watch, Andy William Sinaga mengatakan, peragaan busana yang menggunakan trotoar dan penyeberangan jalan di Dukuh Atas itu terindikasi melanggar undang-undang tersebut.

Dalam Pasal 131 UU Nomor 22 Tahun 2009 mengatur secara jelas hak pejalan kaki untuk disediakan tempat penyeberangan, trotoar dan fasilitas lainnya. Sedangkan pada Pasal 132 disebutkan para pejalan kaki apabila menyeberang wajib menggunakan tempat yang telah ditentukan.

Adapun tempat yang sudah ditentukan itu adalah "zebra cross" atau tempat penyeberangan. Intinya sarana penyeberangan jalan merupakan sarana lalu lintas untuk penyeberangan yang digunakan pejalan kaki, bukan untuk kegiatan peragaan busana.

Dalam Pasal 274 dan 275 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 itu mengatur sanksi berupa ancaman pidana satu sampai dua tahun tahun penjara dan denda maksimal Rp 24 juta sampai Rp 50 juta.

Sebelumnya, Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi menegaskan trotoar dan zebra cross di Jalan Tanjung Karang, Kawasan Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, bukan berfungsi sebagai peragaan busana, melainkan fasilitas umum. Ia meminta agar kelompok remaja "SCBD" itu memperhatikan pengguna kendaraan mobil dan motor yang melintasi kawasan itu serta pejalan kaki di trotoar dan penyeberangan jalan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement