Selasa 26 Jul 2022 06:35 WIB

WFP Optimistis dengan Kesepakatan Gandum Ukraina

Perjanjian itu tidak akan atasi krisis pangan global meski segera diimplementasikan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Petani Serhiy melempar biji-bijian dari ember di lumbungnya di desa Ptyche di wilayah Donetsk timur, Ukraina, Minggu, 12 Juni 2022. Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan mereka optimistis kesepakatan yang ditengahi PBB agar ekspor gandum Ukraina dibuka kembali akan berhasil.
Foto: AP/Efrem Lukatsky
Petani Serhiy melempar biji-bijian dari ember di lumbungnya di desa Ptyche di wilayah Donetsk timur, Ukraina, Minggu, 12 Juni 2022. Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan mereka optimistis kesepakatan yang ditengahi PBB agar ekspor gandum Ukraina dibuka kembali akan berhasil.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan mereka optimistis kesepakatan yang ditengahi PBB agar ekspor gandum Ukraina dibuka kembali akan berhasil. Tapi WFP memperingatkan perjanjian itu tidak akan mengatasi krisis pangan global meski segera diimplementasikan.

Pada Jumat (22/7/2022) pekan lalu Ukraina, Rusia, PBB dan Turki menandatangani perjanjian yang bertujuan untuk membuka jalur aman bagi kapal keluar dan masuk pelabuhan Laut Hitam di Ukraina. Rusia memblokir pelabuhan itu sejak menginvasi negara tetangganya pada 24 Februari lalu.

Baca Juga

Ukraina dan Rusia merupakan eksportir gandum besar dan blokade telah menahan puluhan juta ton gandum di Ukraina. Bersama dengan sanksi-sanksi negara Barat pada Rusia yang juga menaikan harga pangan dan energi dunia, blokade itu memicu protes dari negara yang bergantung pada gandum Laut Hitam.

WFP sendiri harus memotong bantuannya ke titik-titik rawan kelaparan seperti Yaman dan Sudan karena inflasi global dan kekurangan anggaran. Dua masalah itu diperburuk konflik di Ukraina.

"Kami optimistis kesepakatan dapat mengarah pada perbaikan harga pangan dunia. Negara-negara yang tergantung pada pasokan gandum dari Laut Hitam tampaknya akan menjadi pihak pertama yang merasakan dampak positifnya," kata juru bicara WFP, Senin (25/7/2022).

Namun ia menambahkan krisis pangan dunia saat ini tidak hanya harga pangan. Konflik, perubahan iklim buatan manusia dan pandemi Covid-19 akan tetap menaikan harga pangan walaupun perjanjian hari Jumat diberlakukan.  

Pada Sabtu (23/7/2022) lalu Rusia menembakan rudal ke kota pelabuhan Odesa, Ukraina. Hal ini memicu peringatan perjanjian tersebut dapat batal satu hari setelah ditandatangani.

Tapi Kremlin segera membantah kemungkinan itu dengan mengatakan serangan tersebut hanya mengincar infrastruktur militer.

Sebelum perang WFP biasanya membeli lebih dari setengah gandumnya dari Ukraina. Lembaga yang menerima penghargaan Nobel tahun 2020 itu mengatakan krisis pangan membuat 47 juta orang terancam mengalami "kelaparan akut" tahun ini.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement