Rabu 27 Jul 2022 16:12 WIB

Forkopimda Ikhtiarkan Islah Antara Warga dan Jamaah MIAH Bogor

Ada resistensi sangat besar tidak saja dari warga di sekitar, tapi dari lokasi lain.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Konferensi pers Forkopimda Kota Bogor dan DPRD Kota Bogor terkait konflik pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal (MIAH) di DPRD Kota Bogor, Rabu (27/7).
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Konferensi pers Forkopimda Kota Bogor dan DPRD Kota Bogor terkait konflik pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal (MIAH) di DPRD Kota Bogor, Rabu (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Forkopimda Kota Bogor menggelar rapat koordinasi dan konsultasi bersama DPRD Kota Bogor terkait penetapan status konflik sosial yang terjadi akibat pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal (MIAH) di Kecamatan Bogor Utara. Hasilnya, Forkpimda Kota Bogor akan mengikhtiarkan islah, musyawarah dan mufakat antara warga dan jamaah MIAH.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, mencermati dinamika di lapangan, pihaknya melihat ada potensi konflik sosial yang besar yang terjadi di sana. Sebab, walaupun sudah ada keputusan inkrah dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait dengan bangunan masjid, namun ada resistensi yang sangat besar tidak saja dari warga di sekitar, tapi dari lokasi yang lain. 

“Nah, karena itu, kami tidak masuk ke wilayah keputusan hukum terkait pendirian masjid. Tetapi kami Forkopimda melihat dari potensi terjadinya konflik sosial,” kata Bima Arya, Rabu (27/7).

Dia menegaskan, Forkopimda Kota Bogor melakukan langkah berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012, mengenai penanganan konflik sosial. Selain itu, penetapan status konflik di lokasi tersebut juga atas persetujuan DPRD Kota Bogor.

“Sehingga Forkopimda melakukan langkah-langkah yang terukur di sana untuk menghentikan semua kegiatan, dan mengikhtiarkan terjadinya islah, musyawarah untuk mufakat,” ujarnya.

Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto mengatakan, pihaknya memberikan persetujuan kepada Wali Kota Bogor untuk melakukan langkah yang telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2012, agar utamanya mencegah terjadinya konflik sosial, bahkan konflik fisik. 

“Karena ini yang tidak kita harapkan. Selama mencegah konflik sosial dan konflik fisik itu, kita harapkan jadi proses musyawarah dan mediasi yang kemudian kita harpakan terjaid islah antar masyarakat di wilayah terkait,” kata Atang.

Dia pun berharap, pembangunan masjid bisa berjalan sebagaimana peraturan berlaku. Sekaligus berharap, masjid bisa dibangun, dikelola, dan dimanfaatkan bersama-sama.

Atang menambahkan, dia mempercayakan Wali Kota Bogor dan jajaran Forkopimda Kota Bogor untuk bisa menganalisa situasi serta langkah apa yang perlu dilakukan, berdasarkan informasi di lapangan.

“Yang terpenting tidak terpecah konflik sosial dan konflik fisik. Kita adakan satu jeda untuk mediasi dan musyawarah sehingga terjadi islah, pembangunan bisa terlaksana, dimanfaatkan bersama-sama,” tegasnya.

Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro mengungkapkan, akan ada pengamanan bersifat netral disekitaran lokasi selama status konflik sosial berlaku selama 90 hari ke depan. Dia pun menekankan, dengan adanya penetapan status konflik sosial ini, memiliki tujuan untuk melakuka musyawarah dan mufakat.

“Jadi ini bukan untuk menghentikan kegiatan untuk tidak membangun masjid tersebut, tetapi dalam rangka musyawarah dan mufakat sehingga tidak terjadi disinformasi di masyarakat. Justru ini adalah awal 90 hari ke depan kami akan berusaha melakukan upaya rekonsiliasi bagi kedua belah pihak,” pungkasnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement