REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus berupaya meminimalisasi jumlah kehamilan yang tidak direncanakan. Sebab, kehamilan tidak direncanakan menjadi pemicu dan meningkatkan risiko lahirnya bayi-bayi stunting baru.
Berdasarkan data dari Good Mention Institute, yang dikutip dalam laporan estabillity tahun 2022, sebanyak 40 persen kehamilan di Indonesia tidak direncanakan. Dari 40 persen angka kehamilan tidak direncanakan yang dihitung dalam periode 2015-2019 itu, sebanyak 30 persennya merupakan kehamilan yang tidak diinginkan.
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Bonivasius Prasetya Ichtiarto mengatakan, kehamilan yang tidak direncanakan merupakan salah satu sumber penyebab terjadinya kelahiran bayi stunting baru.
“Nah dampaknya kalau dia (kehamilan) tidak direncanakan, tapi dilahirkan bisa berisiko stunting,” kata Boni melalui keterangan pers, Rabu (3/8/2022).
Boni menjelaskan, kehamilan tidak direncanakan bisa terjadi dalam beberapa kasus. Misalnya, hamil di luar ikatan pernikahan, kehamilan karena tindak kejahatan pemerkosaan, serta jarak kelahiran yang terlalu rapat akibat pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi atau ikut program Keluarga Berencana (KB).
Ketiga kasus tersebut, kata Boni, nantinya akan melahirkan anak-anak yang berisiko stunting. Sebab, secara psikologis mereka tidak mempersiapkan kehamilan secara baik.
“Misalnya terjadi married by accident atau MBA, maka pasangan itu tidak peduli dengan anaknya yang ada, menyesali terus kenapa bisa hamil, jadi gizi anak tidak diperhatikan nah itu potensi stunting. Lalu kasus pasangan usia subur, misal anaknya masih umur sekian bulan sudah lahir anak lagi. Otomatis anak pertama enggak dapat ASI ful karena sudah tidak keluar lagi kan,” ujar Boni.
Untuk menekan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan, BKKBN fokus pada sosialisasi program KB dan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana). Terkait dengan stunting, sambung Boni, BKKBN terus melakukan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat terkait pencegahan perkawinan dini dan kehamilan di bawah umur 21 tahun.
“Dengan kondisi perempuan enggak siap hamil kita sosialisasikan dengan kolaborasi Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perindungan Anak harus dilakukan,” katanya.
Berdasarkan data State of World Population (SWOP) yang telah diluncurkan di Kantor Pusat UNFPA, New York pada 30 Maret 2022, di 47 negara, sekitar 40 persen dari perempuan yang aktif secara seksual tidak menggunakan metode kontrasepsi apapun untuk menghindari kehamilan. Studi juga menunjukkan lebih dari 60 persen kehamilan tidak direncanakan, dan hampir 30 persen dari semua kehamilan akhirnya diaborsi, 45 persen dari semua aborsi yang dilakukan secara global tidak aman.