Rabu 10 Aug 2022 21:52 WIB

BPOM Disarankan Lebih Fokus Awasi Jajanan tanpa Izin Edar dan Berbahan Kimia

Jajanan tanpa izin edar BPOM masih banyak bertebaran di masyarakat

Ilustrasi jajanan tanpa izin edar BPOM, Jajanan tanpa izin edar BPOM masih banyak bertebaran di masyarakat
Foto: Iggoy el Fitra/Antara
Ilustrasi jajanan tanpa izin edar BPOM, Jajanan tanpa izin edar BPOM masih banyak bertebaran di masyarakat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) disarankan lebih peduli terkait pengawasan pangan yang dijual di masyarakat tanpa izin edar dari BPOM.     

Pemerintah terkesan kurang serius untuk menyosialisasikan bagaimana penggunaan zat-zat kimia pangan tersebut dan zat-zat apa saja yang dilarang untuk dicampurkan pada makanan sehingga tidaklah heran jika banyak pedagang nakal yang menambahkan zat-zat berbahaya pada kuliner yang dijual, seperti boraks dan formalin, di mana keduanya merupakan bahan yang tidak boleh dicampurkan pada makanan. 

Baca Juga

Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma, menyampaikan pangan yang tidak memiliki izin edar ini sulit untuk dijangkau BPOM dan justru perlu pengawasan yang lebih ketat. 

“Tapi, kalau untuk konsumsi besar, mereka kan sudah taat aturan. Mereka pasti akan meminta izin khusus dulu kalau mau menggunakan bahan-bahan tambahan melebihi dari batas yang sudah ditentukan,” ujar Nugraha Edhi Suyatma, dalam keterangannya, Rabu (10/8/2022). 

Sebenarnya, kata Nugraha, informasi-informasi mengenai zat-zat apa saja yang bisa digunakan untuk pangan dan batas-batas penggunaannya itu sudah diatur dalam peraturan BPOM dan sudah tersedia di website resmi BPOM.  

“Di sana diatur semua tentang keamanan pangan, tentang peraturan bahan tambahan pangan, itu sudah tertulis secara lengkap,” ujar dia. 

Salah satu contoh perlunya pengawasan serius dari BPOM terhadap pangan adalah, peristiwa di mana baru-baru ini terjadi tubuh seorang anak berusia 5 tahun di Ponorogo tiba-tiba terbakar saat akan menikmati jajanan ice smoke yang diolah dengan menggunakan nitrogen cair. Akibatnya, anak tersebut menderita luka bakar 30 persen di tubuhnya. 

Kepala Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Fredy Kurniawan, menyampaikan pada saat berada di suhu yang sangat dingin, zat seperti nitrogen cair itu tidak boleh bersentuhan dengan organ manusia secara langsung. 

Pasalnya, walau nitrogen tidak mengeluarkan api, zat ini bisa menyebabkan cold burn atau terbakar karena suhu yang amat dingin. "Bekas terbakar pada temperatur yang dingin, kulit seperti melepuh," ujarnya. 

Dia mengatakan, makanan yang diolah dengan nitrogen cair dengan cara yang tak tepat bisa menyebabkan luka bakar serius. "Luka bakar serius (menjadi risiko paling bahaya). Ini benar-benar tidak boleh sampai tersentuh. Efek lain ketika nitrogen menguap yakni akan mengusir oksigen," ucapnya. 

"Anda bayangkan kalau penjual itu tidak tahu, ditambahkan dalam jumlah agak banyak. Ada yang menguap, ada yang masih liquid. Yang liquid bisa masuk mulut dan menyebabkan terbakar mulutnya," tuturnya.  

Selain itu, ada juga kasus temuan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang terhadap belasan produk makanan jenis kerupuk dan mie yang beredar di tengah masyarakat  Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang mengandung zat kimia berbahaya berupa auramin dan rhodamin B.  

Yang tak kalah heboh adalah penggunaan etilen oksida yang digunakan untuk sterilisasi rempah-rempah. Zat ini sering digunakan  pada sebagian produk makanan, seperti es krim, sereal sarapan, permen, atau keju, yang berfungsi sebagai zat pengental atau penstabil. 

Tidak hanya pada makanan saja, menurut Nugraha, zat-zat kimia yang ada pada kemasan juga perlu diwaspadai. Untuk kemasan plastik misalnya, semua zat kimia pada plastik itu berbahaya untuk kesehatan, sehingga perlu adamnya pengaturan batas amannya dari BPOM.

Dia menyebut jenis plastik galon polikarbonat dan jenis PET, jika mengacu pada peraturan BPOM, itu terdapat migrasi spesifik pada kedua jenis plastik itu.

Kalau di polikarbonat migrasi spesifik yang diatur adalah BPA, dan di PET juga diatur etilen glikolnya karena terdapat zat-zat berbahaya di situ. 

“Tapi, saya kira untuk perusahaan besar yang pasti sudah mendaftarkan pre market di BPOM, itu pasti sudah diawasi mutu dari galon yang mereka pakai dan sudah tentu aman untuk digunakan. Yang perlu diawasi itu justru yang belum ada izin edarnya,” katanya.    

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement