Jumat 12 Aug 2022 13:42 WIB

Mendag-Mentan Beda Suara Soal Harga Mi Instan, Legislator: Bikin Bingung Masyarakat

Ketidaksinkronan data dan kajian berpotensi menimbulkan keresahan publik.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade.
Foto: Republika/Putra M Akbar
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menanggapi, terkait perbedaan pernyataan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan terkait kenaikan harga mi instant. Menurutnya, hal tersebut membuat masyarakat bingung terkait kenaikan harga mi instan.

“Ketidaksinkronan data dan kajian yang dilakukan antarkementerian atau lembaga pemerintah berpotensi menimbulkan keresahan publik,” katanya, Jumat (12/8/2022).

Dia menjelaskan, awalnya Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mewanti-wanti ancaman kenaikan harga mi instan hingga tiga lipat akibat efek domino perang Rusia-Ukraina yang memicu keterbatasan pasokan dan lonjakan harga gandum di dunia.

Pernyataan Mentan kemudian dibantah oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yang menyebut sudah ada tren penurunan harga gandum sebagai bahan baku mi instan.

“Jangan sampai pernyataan menteri yang satu berbantahan dengan menteri yang lain. Jangan buat bingung dan panik masyarakat,” kata dia.

Dia mengingatkan, para menteri untuk memperbaiki koordinasi. Perbedaan pendapat para menteri dinilai menimbulkan kesan tidak ada rapat kabinet atau rapat koordinasi Pemerintah untuk membahas isu-isu strategis.

"Kita minta menteri-menteri di bawah Pak Jokowi punya koordinasi yang berjalan baik. Sehingga suara yang keluar dari Pemerintah itu satu,” tutur politisi Partai Gerindra ini.

Andre menambahkan, persoalan gandum merupakan masalah strategis karena menyangkut perdagangan global. Bahkan, Presiden Jokowi turun langsung melakukan diplomasi ke Ukraina dan Rusia yang merupakan negara-negara distributor gandum.

"Ini sudah berulang kali loh, sering beda suara. Ini perlu jadi perhatian presiden untuk memastikan bagaimana menteri-menterinya punya koordinasi yang baik satu sama lain,” tegas Andre.

Lebih lanjut, Komisi VI DPR RI yang membidangi urusan perdagangan pun mendesak pemerintah untuk segera memperbaiki basis data pangan. Dengan begitu, kata Andre, kebijakan yang dihasilkan tepat dan bermanfaat untuk rakyat. Pemerintah harus segera melakukan evaluasi dan koordinasi terkait data pangan.

"Selain itu, transparansi publik harus dilakukan agar rakyat tahu persis risiko yang dihadapi di tengah ancaman krisis pangan dunia,” sebut Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI itu.

Andre juga mendorong pemerintah untuk membuka jalur kerjasama dengan berbagai negara produsen gandum lainnya. Hal ini untuk mengantisipasi kelangkaan manakala terjadi dinamika politik dunia.

"Harapannya ketersediaan bahan pangan untuk rakyat tetap aman apabila terjadi gagal panen, bencana alam, perubahan iklim, maupun faktor geopolitik seperti yang terjadi dengan Ukraina dan Rusia. Jadi, betul-betul harus diantisipasi dalam meminimalisir terganggunya pasokan bahan pangan,” kata Andre.

Dia ingin pengawasan terhadap tata kelola distribusi bahan pokok dapat terus diperbaiki dengan memanfaatkan teknologi informasi. Rantai distribusi pangan yang panjang dan rumit harus bisa dipangkas untuk menjamin keterjangkauan harga bahan pangan. 

Kemudian, program subsidi pangan dan subsidi energi yang mendukung stabilitas harga pangan harus terus dilakukan pemerintah pusat dan daerah. "Tidak boleh ada lagi lonjakan harga pangan akibat kurangnya antisipasi terhadap berbagai gejolak atau fenomena yang terjadi,” kata legislator dari dapil Sumatera Barat I itu.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement