Sabtu 13 Aug 2022 07:45 WIB

Ekonomi Inggris Semakin Mendekat ke Resesi

Ekonomi Inggris mengalami kontraksi 0,1 persen pada kuartal kedua tahun ini.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Seorang pembersih jalan melewati toko yang tutup di Regent Street di London, Inggris (ilustrasi). Ekonomi Inggris menyusut antara April dan Juni, bahkan diperkirakan prospek suram dengan resesi. Berdasarkan data Kantor Statistik Nasional (ONS) ekonomi Inggris mengalami kontraksi 0,1 persen pada kuartal kedua tahun ini.
Foto: EPA-EFE/NEIL HALL
Seorang pembersih jalan melewati toko yang tutup di Regent Street di London, Inggris (ilustrasi). Ekonomi Inggris menyusut antara April dan Juni, bahkan diperkirakan prospek suram dengan resesi. Berdasarkan data Kantor Statistik Nasional (ONS) ekonomi Inggris mengalami kontraksi 0,1 persen pada kuartal kedua tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Ekonomi Inggris menyusut antara April dan Juni, bahkan diperkirakan prospek suram dengan resesi. Berdasarkan data Kantor Statistik Nasional (ONS) ekonomi Inggris mengalami kontraksi 0,1 persen pada kuartal kedua tahun ini.

Seperti dilansir dari laman BBC, Sabtu (13/8/2022) hal ini diakibatkan sebagian karena skema Covid seperti Test and Trace berakhir, penjualan ritel turun dan hari libur bank Queen's Platinum Jubilee pada Juni. Bank of England telah memperkirakan Inggris akan jatuh ke dalam resesi menjelang akhir tahun karena biaya energi melonjak.

Baca Juga

Meskipun ekonomi menyusut antara April dan Juni, ekonomi Inggris terhindar dari resesi karena produk domestik bruto (PDB) tumbuh sebesar 0,8 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini. Resesi didefinisikan sebagai ekonomi yang semakin kecil selama dua periode tiga bulan berturut-turut.

Sampai sekarang sebagian besar ekonom dan Bank of England tidak mengharapkan resesi akan dimulai sampai tiga bulan terakhir 2022.Banyak yang memperkirakan rebound kecil dalam pertumbuhan ekonomi antara Juli dan September. 

Tetapi  angka terbaru dari ONS telah mendorong beberapa ahli untuk memperingatkan bahwa resesi bisa datang lebih cepat dari yang mereka duga sebelumnya. Institut Nasional Riset Ekonomi dan Sosial mengatakan pihaknya memperkirakan ekonomi Inggris akan terus jatuh selama tiga kuartal ke depan.

Capital Economics mengatakan sekarang ada risiko yang lebih besar bahwa ekonomi akan menyusut 0,2 persen antara Juli dan September sebelum memburuk. Tetapi bank investasi Goldman Sachs masih memperkirakan pertumbuhan 0,4 persen pada kuartal III 2022. 

"Kami sebelumnya mengasumsikan kenaikan tajam kembali pada Juli tetapi sekarang mengharapkan rebound yang lebih tenang. Jika Inggris mengalami resesi, maka kami tidak berpikir ini adalah awal dari itu. Kami masih mengharapkan pemantulan kembali pada Juli, pembalikan efek hari libur bank untuk mengatur Inggris pada kuartal III yang positif, seperti halnya Bank of England," tulis ekonom.

Kingdom Thenga, yang memiliki sejumlah bar dan restoran lokal di Chester, mengatakan Inggris sudah merasa seperti sedang mengalami resesi."Saya pikir kita tidak terlalu jauh dari itu karena pukulan konsisten yang kita dapatkan dari tagihan energi, dari orang yang tidak keluar, hingga biaya hidup, sepertinya ke sanalah kita menuju," katanya.

Dia mengatakan bisnisnya saat ini dalam mode bertahan hidup. Hal ini bukan tentang menghasilkan uang, ini bukan tentang mencoba memperluas atau mencoba menumbuhkan bisnis kami, ini hanya tentang menstabilkan bisnis terutama setelah pandemi selama dua tahun terakhir.

Mr Thenga mengatakan masalah terbesar yang dia hadapi adalah kenaikan biaya dengan segala sesuatu mulai dari unggas hingga minyak sayur yang melonjak harganya. Sementara jumlah uang yang dimiliki pelanggannya di toko mereka semakin berkurang.

"Tagihan energi itu konyol, biaya bahan bakarnya konyol, dan saya menghargai orang-orang yang belum tentu punya uang atau tidak bisa membelanjakan seperti dulu, karena semua orang sangat khawatir akan seperti apa tagihannya nanti," katanya. 

Inggris menghadapi tingkat kenaikan harga terburuk atau inflasi dalam 40 tahun karena biaya energi terus melambung.Terkait kontraksi 0,1 persen antara April dan Juni, ONS mengatakan kontributor terbesar berasal dari kesehatan manusia dan kegiatan pekerjaan sosial karena program tes dan pelacakan Covid-19 dan vaksinasi dihentikan. Penurunan juga terjadi pada volume penjualan ritel.

Direktur Statistik Ekonomi ONS Darren Morgan mengatakan bidang-bidang seperti pariwisata, bar dan hiburan menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Kesehatan adalah alasan terbesar ekonomi berkontraksi karena program uji dan penelusuran serta vaksin dihentikan, sementara banyak pengecer juga mengalami kuartal yang sulit.

"Ini sebagian diimbangi oleh pertumbuhan hotel, bar, penata rambut, dan acara outdoor di kuartal ini, sebagian karena orang-orang merayakan Platinum Jubilee.Ini termasuk kenaikan gerai makanan keliling dan toko makanan take away,” katanya.

ONS mengatakan pada Juni saja ekonomi menyusut 0,6 persen karena libur bank ekstra untuk merayakan Queen's Platinum Jubilee. Namun, angka itu jauh lebih baik dari penurunan 1,3 persen yang diprediksi oleh para ekonom. ONS mengatakan bahwa sementara hari libur bank berdampak pada PDB bulanan. Hal itu berdampak kecil pada angka kuartalan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement