REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, mengatakan kerjasama BUMN dan Kejaksaan Agung (Kejakgung) dalam memberantas kasus korupsi di perusahaan plat merah patut diapresiasi. Menurutnya ini menjadi shock terapy dan diharapkan dapat membantu menyehatkan BUMN.
“Kejaksaan itu lebih kepada fungsi represi, jadi kalau ada BUMN-BUMN di dalamnya terjadi kasus korupsi kemudian Kementerian BUMN terbuka dan meminta kepada Kejaksaan masuk kepada BUMN-nya itu hal yang baik, dengan tujuan untuk menyehatkan BUMN tersebut,” kata Zaenur, Selasa (23/8).
Pada saat proses penegakkan itu berjalan, ujar dia, pasti akan sangat berdampak pada perusahaan-perusahaan tersebut. Namun apapun itu dampaknya, kata dia, diharapkan dapat menjadi shock terapy bagi pertumbuhan BUMN yang lebih baik.
“Mungkin akan kaget, tapi bisa menjadi shock terapy agar BUMN tersebut bisa memperbaiki governance menjadi good governance, good corporate governance, sehingga tidak akan terulang di masa yang akan datang. Jadi itu hal yang bagus,” kata dia.
Ia menambahkan, bahwa kerjasama antara Menteri BUMN dan Kejaksaan dengan membuka diri memang bisa menjadi shock terapy. Namun demikian, sambungnya, hal ini tidak bisa menjamin sepenuhnya.
“Jadi menurut saya ini tetap belum menjadi jaminan tidak akan terjadi korupsi lagi. Kenapa? Karena kejaksaan itu lebih banyak fungsi represifnya sedangkan fungsi perbaikan sistemnya, harus dilakukan internal BUMN itu sendiri dengan arahan dari Kementerian BUMN,” tambahnya.
Karenanya, ujar Zaenur, dibutuhkan langkah tambahan seperti membangun sistem baru yang lebih menyehatkan tata kelola BUMN. Sedangkan dari sisi kejaksaan, kejaksaan tidak menjalankan fungsi untuk membantu menata sistemnya, kejaksaan kata dia, hanya membantu syok terapinya, akibat kerugian yang terjadi karena korupsi dikembalikan kepada kerugian keuangan negara.
Sedangkan mengenai peningkatan performa atau justru menjadi pemicu konflik di internal BUMN, menurutnya, itu menjadi pil pahit yang memang harus ditelan dari program bersih-bersih BUMN.
“Saya pikir pembersihan itu bisa menjadi modal untuk membangun tata kelola BUMN yang bersih dari Korupsi, ketika sedang terjadi proses penegakkan hukumnya yang terjadi justru guncangan, itu pasti. Itu namanya pil pahit yang harus ditelan ketika proses penegakkan hukum,” turutnya. Diharapkan ketika proses penegakkan hukum selesai maka dibangun sistem baru kultur baru.