REPUBLIKA.CO.ID., ANKARA -- Kementerian Luar Negeri Turki pada Kamis (25/8/2022) menyampaikan keprihatinan atas kembalinya konflik di Ethiopia meski ada gencatan senjata kemanusiaan yang tidak terbatas.
"Kami mengundang para pihak untuk kembali berdialog untuk mengakhiri kekerasan secara permanen di negara ini dan membangun perdamaian dan stabilitas," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Pernyataan itu menambahkan Turki akan terus mendukung upaya untuk menjaga perdamaian, ketenangan, dan stabilitas di Ethiopia.
Otoritas Turki mengungkapkan hal itu setelah pemerintah Ethiopia dan pemberontak Tigray mengumumkan gencatan senjata kemanusiaan telah dilanggar menyusul eskalasi militer.
Tentara Ethiopia dan pasukan Front Pembebasan Rakyat Tigray saling menyalahkan pihak mana yang melanggar gencatan senjata yang dicapai pada bulan Maret, di daerah sepanjang perbatasan administratif antara Amhara dan negara bagian Tigray.
Pemerintah telah menyatakan kesiapan untuk terlibat dalam pembicaraan dengan pemberontak dalam beberapa bulan terakhir tanpa prasyarat apapun selama mereka ditahan di bawah mediasi tunggal Uni Afrika.
Namun pemberontak Tigray menolak Uni Afrika sebagai mediator, merekomendasikan agar pembicaraan diadakan dengan Presiden Kenya, Uhuru Kenyatta.
Ribuan orang, kebanyakan dari mereka warga sipil, tewas dan jutaan mengungsi sejak konflik dimulai pada November 2020.
PBB telah memperingatkan bahwa Tigray “berada di ambang bencana kemanusiaan,” karena lebih dari 40 persen dari sekitar 6 juta orang di kawasan itu membutuhkan bantuan darurat.
Lebih dari 5 juta orang terlantar di negara bagian Afar dan Amhara di mana pasukan Tigrayan melakukan serangan militer setahun yang lalu, yang menimbulkan kerusakan kemanusiaan dan properti yang besar.