REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengatakan, penting untuk mempertahankan kemampuan untuk tujuan defensif dan ofensif. Dia menegaskan kembali penentangan Israel terhadap kesepakatan nuklir yang muncul dengan Iran.
Dalam pertemuan bersama dengan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan, dia mengatakan, Israel menentang kesepakatan yang muncul. Meski hingga kini kesepakatan nuklir Teheran belum diselesaikan atau dirilis ke publik.
"Menekankan pentingnya mempertahankan dan memajukan kemampuan operasional untuk tujuan defensif dan ofensif dalam menghadapi program nuklir Iran serta agresi regionalnya,” kata Kementerian Pertahanan mengutip pernyataan Gantz.
Israel sangat menentang upaya kekuatan dunia untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015 atau dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Israel maupun AS tidak mengesampingkan tindakan militer untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir.
"Ini terlepas dari diskusi seputar kesepakatan," ujar Gantz.
Sebuah pernyataan AS mengatakan, Gantz dan Sullivan tersebut membahas komitmen untuk memastikan Iran tidak pernah memperoleh senjata nuklir. "Kebutuhan untuk melawan ancaman dari Iran dan proksi yang berbasis di Iran," ujarnya.
Israel secara luas diyakini telah memperoleh senjata nuklir beberapa dekade yang lalu tetapi tidak pernah mengakui memilikinya. Sedangkan Iran menegaskan program nuklirnya murni untuk tujuan damai.
Para ahli mengataka, Iran telah memperkaya uranium yang cukup hingga kemurnian 60 persen, langkah teknis yang mendekati tingkat senjata 90 persen. Namun, Iran masih perlu merancang bom dan sistem pengiriman, yang kemungkinan akan memakan waktu berbulan-bulan.