REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan Prabowo Subianto calon presiden yang konsisten memiliki elektabilitas tinggi. Namun, elektabilitas yang tinggi belum menjamin Prabowo nantinya terpilih menjadi presiden.
"Kasus Pilpres 2014 dan 2019 membuktikan, elektabilitas Prabowo yang tinggi namun akhirnya dikalahkan Joko Widodo. Prabowo harus menelan kekalahan yang menyakitkan," kata Jamiluddin pada Selasa (30/8/2022).
Kemudian, ia melanjutkan tampaknya ada empat faktor penyebabnya Prabowo selalu kalah yaitu pertama, Prabowo elektabilitasnya tinggi tapi cenderung stagnan. Di awal elektabilitasnya tinggi, namun disaat mendekati hari H elektabilitasnya stagnan sehingga dilampaui kompetitornya.
Artinya, elektabilitas Prabowo saat ini berpeluang tidak meningkat. Sementara kompetitornya baru memulai sehingga elektabilitasnya berpeluang untuk ditingkatkan.
Kedua, ada peluang kejenuhan terhadap Prabowo. Hal itu disebabkan sudah berulangnya ia ikut kontestasi capres. "Kelompok masyarakat yang jenuh tersebut tentunya akan mencari capres lain yang dinilai lebih menjanjikan," kata dia.
Ketiga, ada sekelompok masyarakat yang kecewa terhadap Prabowo. Mereka ini kecewa karena Prabowo bergabung kepada Jokowi. Kelompok yang kecewa tersebut relatif banyak. Mereka ini tampaknya akan memilih capres lain.
Keempat, faktor usia juga akan membuat nilai jual Prabowo akan semakin menurun. Hal itu setidaknya datang dari pemilih pemula dan muda yang justru dominan pada Pilpres 2024.
"Jadi, sebagian pemilik pemula dan muda diperkirakan akan memilih Capres yang lebih muda. Karena itu, peluang Prabowo dipilih kelompok pemula dan muda tampaknya relatif kecil," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Hasil survei Indonesia Survey Center (ISC) yang dilakukan pada 9 hingga 19 Agustus 2022 menunjukkan bahwa Prabowo Subianto memperoleh elektabilitas 30,4 persen, yang membuatnya unggul di antara tiga nama potensial calon presiden 2024 lainnya.
Sementara urutan kedua elektabilitas tertinggi ditempati oleh Ganjar Pranowo sebesar 19,1 persen, menyusul Anies Baswedan sebesar 13 persen.
"Prabowo secara perlahan tembus 30 persen, dukungan ini menunjukkan kecenderungan kepercayaan publik semakin membesar kepada Prabowo untuk menjadi pengganti pasca-Presiden Jokowi lengser,\" kata peneliti senior Indonesia Survey Center Chairul Ansari dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin (29/8/2022).