REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam kasus perkosaan yang dilakukan suami dari sepupu berinisial AN (42 tahun) terhadap korban AK (22) di Bitung, Sulawesi Utara.
Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh suami dari sepupu kepada korban terjadi di Bitung. Korban menginap di rumah pelaku ketika pulang malam setelah menghadiri acara. Sekitar jam 12 malam, pelaku mematikan listrik rumah. Pada saat itulah pelaku melakukan pemerkosaan terhadap korban yang sedang tidur.
"Kepada Aparat Penegak Hukum diharapkan dapat memproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," kata Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati dalam keterangan pers, Rabu (31/8).
KemenPPPA melalui Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 telah melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk memastikan kondisi korban. Dari hasil koordinasi tersebut, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) telah menghubungi korban berkaitan dengan keadaan korban pasca perkosaan yang dialami.
"Tim P2TP2A juga akan melaksanakan penjangkauan ke rumah korban di Bitung, karena saat ini korban masih berada di kampung halamannya," sebut Ratna.
KemenPPPA akan memastikan jaminan hukum serta perlindungan komprehensif terhadap korban kekerasan seksual dari hulu hingga ke hilir. KemenPPPA pun menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual seperti yang dialami oleh korban perkosaan AK.
"KemenPPPA mengecam tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh suami dari sepupu kepada korban yang masih kerabat dekat dalam lingkup rumah tangga. Lingkungan kerabat maupun saudara seharusnya dapat menjadi ruang yang aman dan nyaman bagi perempuan untuk hidup," ujar Ratna.
Perbuatan pelaku yang adalah suami dari sepupu dapat dijerat dengan Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) subsider Pasal 4 ayat (2) huruf b UU TPKS juncto Pasal 285 KUHP. KemenPPPA berpesan kepada masyarakat baik yang mengalami, mendengar maupun melihat terjadinya tindak kekerasan khususnya kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk melaporkannya.
"Dengan melaporkan kasus kekerasan yang dialami diharapkan korban segera mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhan korban berdasarkan koordinasi dan klarifikasi atas kasus yang dialaminya baik kekerasan fisik, psikis maupun layanan pendampingan hukum pada semua tingkatan,” tutur Ratna.