Jumat 02 Sep 2022 05:44 WIB

Subsidi BBM Justru Menciptakan Kesenjangan Sosial yang Semakin Besar?

Kenaikan harga BBM sebaiknya dilakukan dalam sekali waktu saja.

Ekonom senior, Ryan Kiryanto.
Foto: .
Ekonom senior, Ryan Kiryanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi, Pertalite dan Solar, untuk menekan subsidi yang kian membengkak dikarenakan tingginya harga minyak mentah dunia. Semula dikabarkan kenaikan itu akan dilakukan pada 1 September 2022, namun urung dilakukan.

Ekonom senior, Ryan Kiryanto, mengatakan jika pemerintah benar-benar akan menaikkan harga BBM, sebaiknya dilakukan sewaktu saja, tidak berkali-kali seperti yang pernah dilakukan sebelumnya oleh pemerintah. "Ketika akan naik, kita bicara mengenai penetapan waktu, efek psikologisnya ini saya agak khawatir," ujar dia dalam sebuah webinar yang diadakan Urban Forum pada Kamis (1/9/2022).

"Ini kan pemahaman masyarakat awam kalau dengar kata akan naik itu dipersepsikan naik," kata Ryan menambahkan.

Naiknya harga-harga komoditas saat ini dikarenakan adanya persepsi yang terbentuk di pasar akibat kabar kenaikan harga BBM bersubsidi itu. "Ada efek menjalar," kata Ryan menegaskan. 

Baca juga : Tolak Rencana Kenaikan BBM, Syaikhu: akan Menambah Jumlah Orang Miskin

Ryan mengatakan kebijakan pemerintah yang memberikan Bantuan Langsung Tunai atau BLT kepada masyarakat miskin diharapkan dapat menjadi bemper untuk mencegah pelambatan ekonomi. "Kalau pun ada pressure ke PDB tidak terlalu besar karena kelas menengah ada, termasuk orang-orang kaya masih bisa menahan perlambatan ekonomi. Indonesia masih punya daya beli yang kuat," katanya. 

Pengamat Kebijakan Energi yang juga merupakan Direktur Eksekutif, ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan subsidi ini bertujuan untuk memeratakan keadilan sosial atau memeratakan kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun ia melihat kalau subsidi BBM polanya seperti yang diberlakukan saat ini justru menciptakan kesenjangan sosial yang semakin besar.

Ia menambahkan filosofi subsidi sejatinya untuk rakyat miskin atau tidak berdaya beli. Garis kemiskinan pada Semester I 2022 adalah Rp 505.469 per kapita per bulan. Sementara jumlah penduduk miskin sebanyak 26,16 juta jiwa. 

"Jika dibagi rata untuk rakyat miskin, yakni Rp 502 triliun dibagi 26,16 juta dan dibagi lagi 12 bulan, maka total dana subsidi yang seharusnya dinikmati adalah Rp 1.599.134 per bulan per orang," kata Komaidi. 

Baca juga : Kapolda Metro: Silahkan Demo Kenaikan BBM, Tapi Beri Tahu Dulu Polda

"Yang memiliki kendaraan, mobil dan motor, tentunya bukan yang termasuk di garis kemiskinan, yang naik motor dan mobil dikasih subsidi BBM, sementara yang jalan kaki dan naik sepeda tidak mendapatkan akses subsidi BBM," ujarnya menambahkan. 

Saat ini, terjadi selisih gap harga Pertalite sebesar Rp 6.800 per liter dari harga jual eceran sebesar Rp 7.650 per liter dibanding harga keekonomian Rp 14.450 per liter.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement