REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, bakal memanggil sejumlah perusahaan unggas terintegrasi yang menguasai pasar ayam pedaging di Indonesia. Pasalnya, harga ayam broiler atau pedaging tengah anjlok yang merugikan para peternak.
Zulhas mencatat, setidaknya ada empat perusahaan unggas terintegrasi yang menguasai 90 persen pasar ayam broiler di Indonesia. Mereka menjadi produsen bibit ayam atau day old chick (DOC) sekaligus ayam potong.
Di antaranya yakni PT Charoen Phokpand Indonesia Tbk, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Malindo Feedmil Tbk, serta PT Super Unggas Jaya. "Empat perusahaan ini saya akan panggil," kata Zulhas di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Rencana pemanggilan tersebut disampaikan Zulhas usai melakukan pertemuan dengan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) dan Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) di Kantor Pusat Kemendag, hari ini.
Zulhas mengatakan, pemerintah akan menyampaikan kepada empat perusahaan itu agar dapat mengatur harga tidak terlalu rendah yang merugikan peternak ayam mandiri. Ia menuturkan, harga wajar jual ayam pedaging dari peternak saat ini berkisar Rp 22 ribu per kg hingga Rp 24 ribu per kg.
Biaya produksi yang harus diproduksi saat ini sudah berkisar Rp 21 ribu per kg. Adapun saat ini, rata-rata harga daging ayam di tingkat peternak anjlok berkisar Rp 14 ribu per kg-Rp 17 ribu per kg.
Zulhas mengatakan, jika para perusahaan tidak dapat diajak bekerja sama, pemerintah berencana untuk memberikan izin kepada para peternak untuk melakukan impor buyut bibit ayam atau grand parent stock (GPS).
Diketahui, saat ini impor GPS hanya dapat dilakukan oleh perusahaan terintegrasi. Dari pengembangbiakan GPS dihasilkan indukan ayam atau parent stock (PS) dan menghasilkan bibit ayam yang dibudidaya menjadi ayam potong.
"(Saya akan bilang) tolong harga diatur bisa tidak harganya Rp 24 ribu per kg, kalau nggak mereka (peternak) minta izin impor GPS saja sendiri-sendiri," kata Zulhas.
Ketua Umum Pinsar, Singgih Januratmoko, mengatakan, impor GPS harus diatur untuk mengendalikan populasi ayam broiler di Indonesia. Jumlah populasi ayam yang saat ini ada, merupakan hasil dari impor GPS dua tahun yang lalu.
"Kalau memang (perusahaan) yang besar-besar tidak bisa diatur, ya peternak mandiri mengajukan (impor) saja kalau ada kemampuan," kata Singgih.
Menurut dia, koperasi-koperasi peternak yang sudah dalam skala besar memiliki kemampuan untuk mengimpor GPS sendiri. Diharapkan, jika peternak bisa membudidayakan ayam dari level GPS, penguasaan pasar ayam broiler dapat lebih berimbang.
Baca juga : Tembus 1 Juta Pendaftar, Langkah Awal Subsidi BBM Lebih Tepat Sasaran
"Saat ini 60 persen kuota impor GPS diberikan ke perusahaan besar, peternak ingin itu diratakan. Perusahaan kecil, peternak, yang memang mampu dibeti jatah, gitu saja," katanya.
Singgih mengatakan, di saat penurunan harga ayam saat ini, pihak yang paling terdampak adalah peternak mandiri. Sementara, perusahaan terintegrasi lebih memiliki kemampuan untuk mengatasi fluktuasi pasar karena permodalan yang kuat.
Di sisi lain, Pinsar meminta agar pemerintah dapat memiliki permodalan untuk menyerap produksi ayam dari peternak. Hasil serapan itu bisa menjadi stok cadangan milik pemerintah yang digunakan untuk kegiatan stabilisasi harga.