REPUBLIKA.CO.ID, MINNEAPOLIS– Sebuah masjid di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat diserang pada Ahad (4/9/2022) malam. Serangan itu menyebabkan kerusakan dan kerugian sekitar Rp 745 juta. Pelaku saat ini masih buron.
Insiden ini adalah yang terbaru dari serangkaian serangan terhadap sebuah masjid di Minnesota dari empat serangan yang dilaporkan sejak awal tahun. Ini menjadikan Minnesota negara bagian dengan serangan masjid per kapita terbanyak.
"Kami belum pernah mengalami serangan sebesar ini terhadap masjid di Minnesota," kata Direktur eksekutif Dewan Hubungan Amerika-Islam-Minnesota, Jaylani Hussein dilansir dari The New Arab, Rabu (7/9/2022).
Hussein mencatat peningkatan serangan masjid di negara bagian itu selama beberapa bulan terakhir.
Serangan terbaru di Tawfiq Islamic Center ini, yang dilaporkan dirusak pada Ahad malam, tampaknya dilakukan seorang pemuda kulit putih yang terekam kamera keamanan merusak 15 pintu dan mencuri uang sumbangan.
Tidak jelas apakah serangan masjid baru-baru ini terkait dengan yang lain. Namun, tersangka terlihat menjadi orang yang berbeda dari pelaku yang dilaporkan sebelumnya, dengan dua dari empat ditangkap sejak awal tahun. Berdasarkan kejahatan serupa di masa lalu di Minneapolis dan di seluruh Amerika Serikat, pelaku diyakini sebagai supremasi kulit putih.
"Mereka cukup aktif di Minnesota, saya pikir karena Minnesota bukan lagi negara bagian yang bisa dilewati," kata Hussein, merujuk pada transisi demografis negara bagian itu dari yang dulunya merupakan negara bagian paling putih di negara itu menjadi negara bagian yang dikenal dengan pembunuhan George Floyd.
Serangan baru-baru ini telah mengguncang sebagian besar komunitas Muslim Somalia setempat.
Polisi Minneapolis saat ini sedang menyelidiki kasus ini, dan mereka meminta siapa pun yang memiliki informasi untuk melapor. Hussein mengatakan mereka meminta penyelidikan oleh Biro Investigasi Federal, yang cenderung memiliki lebih banyak sumber daya dengan kejahatan rasial.
Meskipun pembobolan masjid ini belum diklasifikasi, ada indikasi yang mengarah pada kejahatan rasial. Termasuk pembobolan kantor imam, yang dapat menunjukkan serangan yang direncanakan, mengingat lokasinya yang tidak mencolok.
Lebih lanjut, Hussein mencatat bahwa banyak kejahatan rasial tidak memiliki tanda klasik, seperti grafiti swastika, tetapi masih dimaksudkan untuk menakut-nakuti masyarakat yang ditargetkan, yang dapat mengaburkan tingkat kejahatan yang sebenarnya. Hussein mengatakan dia bekerja dengan koalisi untuk membantu penegakan hukum meningkatkan penyelidikan kejahatan kebencian mereka.