Selasa 13 Sep 2022 19:11 WIB

APJII Minta Pemerintah Libatkan Stakeholder Saat Buat Regulasi Perlindungan Data Pribadi

Masyarakat diminta tidak percaya 100 persen soal informasi kebocoran data negara.

Red: Karta Raharja Ucu
Hacker (Ilustrasi)
Foto: Flickr
Hacker (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Informasi mengenai kebocoran data negara dan data pribadi yang dibongkar seseorang yang mengaku Bjorka, membuat resah masyarakat. Bahkan saat ini informasi mengenai surat menyurat sekretariat negara Republik Indonesia juga data pribadi pejabat tersebar di dunia maya. Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif mengimbau masyarakat jangan mempercayai 100 persen informasi yang disebarkan bad actor yang tengah ramai diperbincangkan.

Arif menjelaskan, data yang diperjualbelikan Bjorka adalah hasil fabrikasi untuk kepentingan atau tujuan tertentu, bukan benar-benar kebocoran data dari single resource. "Kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan, apalagi untuk menyalahkan pihak-pihak tertentu baik dari lembaga publik maupun privat," kata Arif dalam keterangannya, Selasa (13/9/2022).

Arif tidak lupa menyampaikan keprihatinan dan kepeduliannya terhadap semakin maraknya serangan dari “bad actor” terhadap institusi negara, pemerintah, data masyarakat, dan doxing (menyebarluaskan informasi data pribadi)  kepada pejabat pemerintahan yang saat ini beredar di dunia maya. Saat ini pelaku usaha jasa internet di Indonesia yang tergabung di APJII, sudah banyak yang telah menerapkan standar keamanan sesuai SNI maupun ISO 27001 (Sistem Manajemen Keamanan Informasi).

Agar tak terjadi saling tuding dan lempar tanggung jawab, APJII mengusulkan kepada pemerintah untuk segera melakukan pembagian peran di antara kementrian lembaga dalam hal pertahanan dan keamanan siber serta perlindungan data pribadi. APJII sebagai pelaku usaha internet siap mematuhi seluruh regulasi yang ada  sepanjang tidak ada tumpang tindih dan memiliki standar yang menginduk kepada pemerintah.

Ia berkata, dengan mematuhi regulasi dan standar yang berlaku, diharapkan pelaku usaha akan terlindung dari jeratan hukum. APJII juga berharap agar pemerintah dapat terus meningkatkan standar keamanan perlindungan data masyarakat.

“Pertahanan dan keamanan di ruang siber ini merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa Indonesia. Tanpa terkecuali. Jadi jangan saling menyalahkan," kata Arif.

Dalam rangka meningkatkan pertahanan dan keamanan di ruang siber, Arif menegaskan APJII juga siap mendukung dan terlibat aktif membantu Negara dan masyarakat. "Saat ini seluruh anggota APJII memiliki SDM yang handal dan bisa dilibatkan dalam upaya pencegahan kebocoran data Negara dan data pribadi," kata Arif.

Saat ini RUU PDP sudah siap untuk diajukan ke Paripurna DPR RI. APJII mendesak agar RUU tersebut turut mengantisipasi situasi keamanan siber Nasional, termasuk mengatur agar data pribadi masyarakat Indonesia wajib disimpan di Indonesia dalam rangka melindungi kepemilikan data pribadi rakyat Indonesia dan keamanan Nasional. Kewajiban penempatan data pribadi di Indonesia akan bernilai strategis bagi Negara dan ekosistem ekonomi digital untuk jangka panjang. "Kami mengapresiasi kerja DPR dan Pemerintah dalam penyusunan RUU PDP," kata Arif.

APJII berharap agar RUU PDP yang akan dibawa ke Paripurna DPR telah mengantisipasi kepentingan Nasional dan masyarakat Indonesia untuk jangka panjang. Rancangan final sebaiknya kembali ditinjau dari aspek mengantisipasi situasi keamanan siber Nasional. Termasuk mengatur agar data pribadi masyarakat Indonesia mendapat jaminan perlindungan hukum, khususnya terkait kewajiban penyimpanan data pribadi di wilayah Indonesia. "Tujuannya dari kewajiban menyimpan data di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan data pribadi rakyat Indonesia," ucap Arif.

APJII berharap regulasi turunan dari UU PDP yang nantinya akan disahkan dapat melibatkan pelaku usaha yang berkaitan langsung dengan pengelolaan keamanan ruang siber. Baik itu Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri. Untuk pengelolaan keamanan cyber, APJII meminta agar Presiden Joko Widodo dapat melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang bergerak di industri telematika dan keamanan siber.

"Merangkul seluruh stakeholder itu penting karena mereka yang mengerti mengenai kebutuhan teknis terhadap perlindungan data Negara dan masyarakat. Kami berharap dalam membuat PP dan PM, Presiden Jokowi dapat melibatkan APJII yang berkecimpung di industri telematika dan keamanan cyber," ujar Arif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement