REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan bangsa ini sedang menghadapi sejumlah ancaman setelah UUD 1945 ditinggalkan melalui perubahan konstitusi yang dilakukan tahun 1999 hingga 2002.
"Ancaman tersebut dimulai dengan penghancuran ingatan kolektif suatu bangsa dengan metode damai atau non-militer. Yaitu menjauhkan generasi bangsa itu dari ideologinya. Untuk kemudian dipecah belah persatuannya dan dipengaruhi, dikuasai dan dikendalikan pikirannya," tuturnya saat menyampaikan Keynote Speech di Forum Silaturahmi Rakyat Jawa Barat bertema 'Bersama Menegakkan Kedaulatan NKRI Kembali ke UUD 1945 Asli, Rabu (14/9/2022), di Cimahi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Menurutnya, dengan cara ini generasi bangsa tidak memiliki kesadaran, kewaspadaan dan jati diri atau identitas, serta gagal dalam regenerasi untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional bangsa.
"Sesudah itu, terjadilah pencaplokan bangsa oleh bukan orang Indonesia asli yang akan dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu kuasai perekonomian, kuasai politik, dan terakhir kuasai presiden atau wakil presiden," katanya dalam siaran persnya.
La Nyalla menjelaskan, hal ini dimungkinkan karena Undang-Undang Dasar hasil perubahan 2002 telah mengubah Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945 dengan menghapus kata 'asli' pada kalimat 'Presiden Indonesia ialah Orang Indonesia Asli'.
Menurutnya, jika bukan orang Indonesia Asli dapat menguasai tiga episentrum penting tersebut, tidak ada lagi yang bisa dilakukan.
"Anda akan tersingkir dan menjadi penduduk marginal yang tidak kompeten, dan tidak mampu bersaing, karena terbelit kemiskinan. Lingkaran setan kemiskinan struktural inilah yang akan dilanggengkan. Generasi masa depan akan menjadi generasi terpinggirkan yang akan dihabisi," katanya.
La Nyalla mengatakan untuk menata ulang Indonesia untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin berat kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri, berdikari. "Dan kita harus kembali ke Pancasila agar tidak jadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Agar kita tidak menjadi bangsa yang tercerabut dari akar bangsanya. Agar kita tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan karakter," ajaknya.
Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, para pendiri bangsa sudah merumuskan demokrasi Pancasila sebagai sistem paling ideal untuk Indonesia, sebagai bangsa yang super majemuk, dengan ratusan pulau yang berpenghuni, yang terpisah-pisah oleh lautan, dengan lebih dari 500 suku.
"Para pendiri bangsa memutuskan bangsa ini tidak akan bisa menjalankan sistem demokrasi liberal barat murni, atau sistem komunisme timur. Itulah alasan sistem demokrasi Pancasila dipilih. Karena hanya sistem demokrasi Pancasila yang mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari unsur perwakilan dan unsur penjelmaan rakyat," katanya.