Senin 19 Sep 2022 16:14 WIB

Curhat Dua Capres di 2024 Jadi Strategi SBY Agar Pemilu tak Dicurangi

Pesan SBY dinilai jelas, supaya tidak ada yang mengatur-atur Pemilu 2024.

Presiden keenam RI yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (16/9/2022). Pidato kebangsaan tersebut membahas tentang isu-isu nasional serta strategi Partai Demokrat dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Presiden keenam RI yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Jumat (16/9/2022). Pidato kebangsaan tersebut membahas tentang isu-isu nasional serta strategi Partai Demokrat dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melontarkan kritik keras terhadap Pemilu 2024 yang diduganya tidak akan berjalan adil. SBY juga menyoroti soal Pilpres mendatang yang disebutnya sudah diatur hingga hanya akan ada dua calon yang bertanding.

Baca Juga

Analis Politik sekaligus CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai wajar jika SBY khawatir nantinya Partai Demokrat tak bisa mengusung ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyono  (AHY) sebagai capres maupun cawapres meski sudah berkoalisi. Apalagi Partai Demokrat pernah ditinggal gerbong koalisi pada Pilpres 2019 lalu.

"Jadi kalau SBY wajar khawatir (AHY) tidak laku di koalisi itu juga mungkin. Apalagi Demokrat pernah punya pengalaman tidak ikut gerbong manapun dan bahkan telat bahkan tidak diajak bergabung koalsi dengan partai manapun tidak menjadi partai yang diperhitungkan sehingga bergabung aja karena the power of kepepet saja. Hampir partai yang ditinggal di gerbong koalisi sehingga tidak menjadi determinan menentukan bargainingnya tidak terlalu kuat waktu itu. Artinya dalam konteks ditinggal gerbong," kata Pangi, kepada Republika, Senin (19/9/2022).

Dirinya juga tak melihat kekhawatiran SBY bakal jadi bumerang bagi AHY. Ia melihat kekhawatiran SBY tersebut merupakan bagian dari strategi.

"Kalau soal bumerang terhadap AHY konteks capres sifat yang beliau hari ini curhat atau ngadu atau apapun namanya ya namanya orang ingin menang tentu harus punya strategi punya cara. Dan apa yang disampaikan SBY juga kekhawatiran dia dengan dulu KLB dibilang berlebihan dan macam-macam kan pada akhirnya juga terbukti omongan beliau jadi kita tidak bisa menyalahkan itu fakta juga itu," ucapnya.

Sementara itu terkait adanya indikasi kecurangan pada Pemilu 2024 mendatang yang disampaikan SBY, Pangi juga melihat itu wajar disampaikan. Untuk itu Partai Demokrat dinilai perlu meminimalisasi potensi kecurangan tersebut.

"Bagaimana kemudian ada kondisi ancaman, ada kondisi kekhawatiran itu kan membuat partai semakin solid, partai semakin berhati-hati, partai semakin betul-betul bagaimana menjaga agar tidak ada potensi tadi. Dan pencegahan itu juga tidak ada masalah dalam konteks itu," ujarnya.

Ia menambahkan, apalagi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga sudah menyampaikan bahwa kalau bisa Pilpres 2024 hanya diikuti dua calon saja supaya ada satu putaran. Menurutnya hal itu sudah ada indikasi, bukan lagi asumsi, maupun persepsi, melainkan fakta bahwa PDIP ingin hanya ada dua capres.

"Kalau ada dua capres ada potensi misalnya koalisinya Anies-AHY yang dimotori gerbong koalisi Nasdem, PKS dan Demokrat ada potensi mereka tidak memenuhi ambang batas 20 persen kalau salah satunya saja tidak mau bergabung atau mundur," ungkapnya.

Karena kalau salah satunya yang mundur tidak bergabung kan kurang dari 23,3 persen, artinya tidak mencapai boarding pass 20 persen presidental threshold. Artinya tidak bisa AHY diusung atai partai koalisi yang bergabung itu mengusung AHY. Atau Anies. Potensi itu juga masih mungkin," imbuhnya.

Sementara pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, menilai kekhawatiran SBY tidak berkaitan dengan kemungkinan AHY tidak laku menjadi capres atau cawapres. SBY hanya ingin memastikan tidak ada skenario untuk memaksakan hanya dua pasangan pada Pilpres 2024.

"Skenario itu memang sudah mencuat sejak lama. Bertebaran rumor yang mengatakan, Demokrat dan PKS, di ujung pendaftaran pasangan capres akan ditinggal. Dengan begitu, dua partai tersebut tidak cukup suara untuk mengusung pasangan capres," kata Jamiluddin.

Jamiluddin meyakini sebagai mantan presiden, jenderal intelektual, dan doktor, SBY dikenal sosok yang sangat berhati-hati dalam berpendapat. SBY dinilai tak akan menyampaikan pendapatnya yang masih spekulatif.

"Sebagai mantan presiden, tentu ia masih punya akses untuk mendapatkan data yang paling rahasia pun di Indonesia. Karena itu, SBY diyakini mempunyai data terkait adanya indikasi kecurangan Pilpres 2024," ucapnya.

Sehingga menurutnya, jika SBY berpendapat mengenai hal sensitif seperti indikasi kecurangan Pilpres, hal itu didasari data yang akurat dan sintesa yang komprehensif. Karena itu, ia memandang pendapat SBY akan sangat terukur dan dapat dipertanggungjawabkannya.

"Karena itu, pendapat SBY seyogyanya dijadikan peringatan dini bagi semua pihak, khususnya yang cinta demokrasi, untuk memelototi proses pencapresan 2024. Dengan begitu, kekhawatiran SBY akan ada kecurangan di Pilpres 2024 dapat dicegah," ungkapnya.

Ia menambahkan, partai pendukung pemerintah saat ini memang dirumorkan akan mengusung dua pasangan. Satu pasangan memang akan dimenangkan, sementara satu pasangan diciptakan untuk dikalahkan. Menurutnya rumor tersebut masih perlu diklarifikasi kebenarannya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement