REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan pinjaman online (pinjol) ilegal telah memberikan dampak negatif sekaligus merusak industri financial technology (fintech) sebagai pemberi akses keuangan bagi masyarakat unbanked dan underserved.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (23/9/2022), dia mengatakan industri fintech selama ini telah berhasil menjangkau masyarakat dalam mengakses permodalan, bahkan nilai transaksinya terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya.
Tercatat, per Juli 2022, jumlah penyaluran pinjaman fintech pendanaan telah mencapai Rp 416 triliun, dengan jumlah peminjam mencapai 86,36 juta rekening dan 928 ribu lender, baik entitas maupun individu.
Lalu, untuk outstanding pinjaman telah mencapai Rp 45,73 triliun atau tumbuh 88,84 persen year on year (yoy) dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, dengan tingkat keberhasilan bayar terjaga di angka 97,33 persen.
Dengan itu, Kuseryansyah menyebut rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) cukup baik, yakni hanya 2,67 persen.
Dia berharap berbagai sosialisasi dan edukasi terkait fintech pendanaan dapat terus dilakukan, agar manfaatnya sebagai solusi akses keuangan produktif dapat dirasakan seluas-luasnya, sehingga mendukung produktivitas masyarakat sebagai modal kerja maupun usaha.
Dalam kesempatan sama, Ketua Bidang Edukasi, Literasi dan Riset AFPI Entjik S Djafar meminta masyarakat mewaspadai dan memahami ciri-ciri pinjol ilegal yang marak beredar. Dia juga meminta masyarakat menolak penawaran yang dilakukan melalui pesan singkat karena saat ini banyak pelaku pinjol ilegal yang menggunakan nama maupun logo menyerupai perusahaan fintech berizin.
"Kurangnya pemahaman disertai tingginya kebutuhan masyarakat di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi, telah memberi celah bagi pinjol ilegal untuk terus bermunculan. Edukasi menjadi kunci agar masyarakat kita memahami pemanfaatan fintech P2P lending yang tepat dan bisa terselamatkan dari jebakan pinjol ilegal," kata Entjik.
Seperti diketahui, sejak 2018 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan lebih dari 4.160 entitas pinjol ilegal. OJK pun telah memperkuat regulasi melalui POJK 10/2022 untuk meningkatkan kualitas penyelenggara pinjol, serta mempersempit ruang bertumbuhnya pinjol ilegal.