REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama puluhan tahun, Indonesia telah melakukan perundingan dengan negara tetangga terkait penetapan batas laut, termasuk di dalam perundingan penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dengan Vietnam. Pada 21 Mei 2010, Indonesia dan Vietnam mulai perundingan pertama kali sampai saat ini perundingan antara kedua negara sudah diadakan belasan kali.
Berdasarkan proses perundingan, Tim Teknis Indonesia telah memberikan konsesi bagi Vietnam, sedangkan Vietnam telah meninggalkan posisi dasar single boundary line-nya. Hal ini membuat Tim Teknis Indonesia mempertimbangkan positif untuk memberikan konsesi lagi kepada Vietnam.
Masalah perundingan batas ZEE Indonesia-Vietnam sedang memanas beberapa hari ini dan proses ini dituduh tak transparan. Menurut anggota Komisi I DPR, Sukamta proses dianggap tidak transparan karena hasil perundingan seakan tidak di-update ke publik. Ia menilai isu sepenting ini mestinya dilakukan secara transparan dan ada proses komunikasi kepada publik.
Syarif Abdullah Alkadrie Anggota Fraksi Nasdem DPR juga memperingatkan Kementerian Luar Negeri memberikan penjelasan kepada Komisi I DPR dan publik.
Namun demikian, hal penting yang perlu diperhatikan pada 25 Agustus 2022, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) mengirim surat kepada Kementerian terkait untuk menyarankan tidak menerima garis usulan Vietnam, dan menyampaikan kalau pemerintah menerima usulan Vietnam di Pertemuan Teknis ke-14, maka Indonesia kehilangan potensi sumber daya ikan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) karena berkurangnya luasan ZEE Indonesia.
Selain itu anggota DPR juga mempersoalkan ketidakterlibatan kementerian terkait pada perundingan. Selasa (20/9/2022), ternyata perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diduga tidak dilibatkan dalam Pertemuan Teknis ke-14 Penetapan Batas ZEE RI-Vietnam kalau lihat dari daftar peserta pertemuan.