Sabtu 24 Sep 2022 21:31 WIB

Pemberian BSU seharusnya Juga Menyasar Pekerja Sektor Informal

Pemberian BSU yang hanya menyasar pekerja formal mencederai asas keadilan

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja melakukan proses pencairan Bantuan Subsidi Upah (BSU) di layanan bank keliling di Krisna Oleh-Oleh Bali, Kuta, Badung, Bali.  Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menyebut pemberian Bantuan Subsidi Upah (BSU) berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan yang hanya menyasar pekerja formal/penerima upah mencederai asas keadilan. Apalagi ditengah kenaikan harga BBM yang tidak hanya dirasakan pekerja formal, namun juga oleh sektor informal.
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Pekerja melakukan proses pencairan Bantuan Subsidi Upah (BSU) di layanan bank keliling di Krisna Oleh-Oleh Bali, Kuta, Badung, Bali. Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menyebut pemberian Bantuan Subsidi Upah (BSU) berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan yang hanya menyasar pekerja formal/penerima upah mencederai asas keadilan. Apalagi ditengah kenaikan harga BBM yang tidak hanya dirasakan pekerja formal, namun juga oleh sektor informal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menyebut pemberian Bantuan Subsidi Upah (BSU) berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan yang hanya menyasar pekerja formal/penerima upah mencederai asas keadilan. Apalagi ditengah kenaikan harga BBM yang tidak hanya dirasakan pekerja formal, namun juga oleh sektor informal.

"Penyaluran BSU yang hanya menyasar pekerja formal yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan mencederai asas keadilan dan sebaiknya dievaluasi. Kenaikan harga BBM bukan hanya dirasakan pekerja sektor formal, akan tetapi juga dirasakan oleh pekerja informal," ungkap Netty, Sabtu (24/9/2022).

Evaluasi ini, menurut Netty, penting dilakukan karena hingga kuartal IV-2021, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang bukan penerima upah (PBPU) ada sebanyak 3,55 juta orang. "Diantara 3,55 juta orang tersebut tentu ada yang penghasilannya di bawah Rp3,5 juta dan tidak mendapatkan BSU karena tidak terdaftar sebagai pekerja formal," katanya.

Bahkan, kata Netty, pekerja formal pun tidak akan menerima BSU kalau tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Pemberian BSU seharusnya lebih tepat sasaran dan tidak diskriminatif hanya bagi mereka yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.

"Ada banyak pekerja formal dan informal yang belum menjadi peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan, padahal mereka layak karena penghasilannya di bawah Rp 3,5 juta," ungkap politisi PKS ini.

Dengan demikian, menurut Netty, alasan menaikkan harga BBM agar subsidi tepat sasaran menjadi terbantahkan. Dengan subsidi dialihkan dalam bentuk BSU yang hanya dinikmati pekerja formal yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, maka justru tidak tepat sasaran.

"Dampak kenaikan BBM dirasakan masyarakat luas, tapi BSU hanya dinikmati sebagian kecil kalangan saja," tuturnya.

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan bahwa hampir 2 juta pekerja gagal mendapatkan bantuan BSU sebesar Rp 600.000 akibat tidak memenuhi persyaratan administrasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement