REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anaknya kok cuma satu? Pertanyaan seperti itu kerap tertuju pada orang tua yang hanya memiliki satu anak.
Sementara itu, pasangan yang belum dikaruniai keturunan juga sering mendapat pertanyaan mengenai ketiadaan buah hati dalam pernikahan mereka. Untuk Anda yang sering bertanya seperti itu, psikolog klinis dewasa Nirmala Ika Kusumaningrum punya jawabannya.
Nirmala menjelaskan bahwa memiliki hanya satu atau tidak sama sekali (childfree) bukanlah sebuah tren baru di kalangan generasi milenial. Ia mengatakan bahwa itu merupakan sebuah pilihan.
"Ini sebuah pilihan, misalnya, saya ngelihat kakak saya anaknya banyak, terus ngelihat teman saya anaknya satu dan happy, dan akhirnya memutuskan untuk punya anak satu saja. Itu bukan ketularan, tapi proses dari kita berpikir," ujar lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) itu saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin (26/9/2022).
Nirmala mengatakan suami dan istri harus memiliki kesepakatan saat memutuskan untuk memiliki anak. Komentar dari orang-orang yang berada di lingkungan sekitar baiknya tidak memengaruhi sebuah keputusan.
Dalam memutuskan jumlah anak, suami dan istri wajib mempertimbangkan sisi finansial, emosional, hingga pola asuh ke depan. Sebab, hal ini akan memengaruhi tumbuh kembang anak hingga dewasa.
Sementara itu, keputusan untuk tidak memiliki anak juga perlu dibicarakan secara terbuka antara suami dan istri. Keputusan ini harus dibuat bukan karena mengikuti pilihan orang lain.
"Yang hati-hati adalah bahwa kita ikut-ikutan karena tren, orang punya anak banyak kita juga, orang anaknya satu kita juga, padahal sebenarnya kita enggak sepakat suami-istri," kata Nirmala.