REPUBLIKA.CO.ID, MINNEAPOLIS -- Pemerintahan Amerika Serikat (AS) mengatakan pada Senin (26/9/2022), pihaknya memperluas dan memperpanjang status hukum sementara untuk beberapa ribu orang dari Myanmar yang ada di negara itu. Keputusan tersebut memperpanjang Status Perlindungan Sementara selama 18 bulan untuk sekitar 970 orang Myanmar hingga 25 Mei 2024.
Ketetapan ini juga membuat tambahan 2.290 orang memenuhi syarat untuk tinggal dan bekerja hingga tanggal tersebut jika mereka berada di AS pada Ahad (25/9/2022).
"Rakyat Myanmar terus menderita krisis kemanusiaan yang kompleks dan memburuk karena kudeta militer, pergolakan, dan kekerasan brutal pasukan keamanan terhadap warga sipil,” kata Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Alejandro Mayorkas.
Myanmar telah diperintah oleh militer selama hampir 70 tahun terakhir. Pengambilalihan tentara menginterupsi transisi bertahap menuju pemerintahan sipil yang demokratis dan ekonomi terbuka yang lebih modern. Kudeta tahun lalu mengakibatkan banyak sanksi terhadap militer Myanmar yang mengendalikan banyak industri serta anggota keluarga dan kroni tentara.
Menurut analisis data sensus Institut Kebijakan Migrasi, sekitar 150 ribu imigran dari Myanmar tinggal di AS pada 2019. Konsentrasi terbesar berada di Marion County Indiana, dengan 8.800 jiwa, Los Angeles County California, dengan 7.600 jiwa, dan Ramsey County Minnesota, dengan 6.800 jiwa.
Kongres menciptakan program Status Perlindungan Sementara pada 1990 untuk menyediakan tempat yang aman bagi orang-orang yang tidak dapat kembali ke negaranya karena bencana alam atau perselisihan sipil. Sekitar 350 ribu orang dari lebih dari selusin negara mendapat manfaat dari status tersebut, yang dapat diperpanjang hingga 18 bulan. Orang-orang El Salvador adalah penerima manfaat terbesar.
Pemerintahan Donald Trump berusaha untuk mengakhiri status bagi banyak negara penerima manfaat. Hanya saja desakan itu menghadapi tantangan hukum.