Rabu 28 Sep 2022 10:10 WIB

Organisasi Bayangan dalam Birokrasi Kementerian Pendidikan, Perlukah BPK Mengaudit?

Apakah ada peraturan menteri untuk organisasi bayangan mendikbud?

Red: Muhammad Subarkah
Seorang guru memberikan materi pelajaran kepada sejumlah murid yang belajar tidak menggunakan kursi dan meja belajar di Sekolah Dasar Negeri 05 Mekarsari, Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (27/7/2022). Menurut keterangan orang tua murid, kondisi tersebut telah berlangsung selama tujuh bulan.
Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
Seorang guru memberikan materi pelajaran kepada sejumlah murid yang belajar tidak menggunakan kursi dan meja belajar di Sekolah Dasar Negeri 05 Mekarsari, Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (27/7/2022). Menurut keterangan orang tua murid, kondisi tersebut telah berlangsung selama tujuh bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof DR Agus Suradika, Pakar Pendidikan dan Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jakarta.

Pengakuan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, membentuk organisasi bayangan yang beranggota 400 orang di Kemendikbudristek membuat heboh di berbagai media. Pembentukan organisasi bayangan yang dimaksudkan sebagai strateginya dalam meningkatkan kualtas pendidikan Indonesia ini menuai banyak kritik.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, mengusulkan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit adanya organisasi bayangan di Kemendikbudristek tersebut. 

Praktik “organisasi bayangan” dalam birokrasi pemerintahan sesungguhnya bukan kali pertama terjadi dan dilakukan oleh Kemendikbudristek. Pada Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, hal serupa sudah ada sejak masa Gubernur Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, hingga kini Anies Baswedan. 

Praktik shadow organization dengan nama TGUPP (Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan) di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta hingga kini, masih dilaksanakan kendati sesungguhnya awal dibentuknya tim tersebut adalah untuk memfasilitasi penempatan pejabat pimpinan tinggi pratama, yang tidak medapat posisi eselon dua karena perampingan struktur dan pengurangan jabatan struktural eselon dua.

Bahkan, pada satu kesempatan pernah juga dibentuk TWUPP (Tim Wali kota Untuk Percepatan Pembangunan) untuk memfasilitasi pejabat eselon tiga, yang tidak mendapat posisi sehubungan adanya restrukturisasi organisasi Pemprov DKI Jakarta berikutnya, dengan memangkas puluhan posisi eselon tiga. TWUPP dibubarkan setelah seluruh anggotanya terposisi kembali ke dalam jabatan eselon tiga. 

Keberadaan TGUPP dan TWUPP di Pemprov DKI Jakarta didasarkan pada peraturan gubernur, personelnya diangkat dengan keputusan gubernur, dan seluruh pembiayaannya dianggarkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Dengan demikian, kendati di kalangan para aktivis Jakarta sempat diperdebatkan. Keberadaan tim ini legal dan dapat dipertanggungjawabkan.  

Merujuk pada praktik di Pemprov DKI Jakarta ini, pertanyaan yang perlu dijawab untuk mempertegas keberadaan 400 orang di dalam shadow organization Kemendikbudristek ini adalah apakah ada peraturan menteri yang memayunginya? Apa tugas pokok dan fungsinya? Bagaimana proses rekrutmen anggotanya? Dan, dari mana sumber pembiayaannya? 

Memperhatikan berbagai kritik yang berkembang di masyarakat, Menteri Nadiem Makarim meralat ucapannya. Ia mengakui telah salah memilih kata shadow organization. Ia kemudian menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah vendor di bawah nama GovTech Edu. Selama ini GovTech Edu turut berkontribusi dalam pembuatan produk teknologi, seperti Merdeka Mengajar, ARKAS and SIPLah, Kampus Merdeka, Rapor Pendidikan, dan Belajar.id.

Ralat ini justru menimbulkan pertanyaan lanjutan. Apakah mereka betul-betul dibutuhkan? Apakah ASN yang ada di Kemendikbudristek tidak memiliki kapasitas dan kompetensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut? Untuk itu, usulan atau lebih tepatnya anjuran Abdul Mu’ti agar BPK mengaudit keberadaan tim ini patut mendapat perhatian serius.

Idealnya, dalam suatu organisasi yang sehat dan kuat, organisasi bayangan tidak dibutuhkan. Seluruh tugas harus didistribusikan ke dalam struktur organisasi. Penjabarannya tertuang dalam tugas pokok dan fungsi organisasi. Rekrutmen pejabat dan pegawainya dilakukan melalui proses seleksi terbuka yang objektif dan kredibel sehingga diharapkan, diperoleh pejabat dan pegawai yang kompeten untuk diposisikan dalam jabatan tertentu. Dengan demikian, tugas-tugas institusi dapat dijalankan tanpa ada organisasi bayangan.

 

Cibulan, 28 September 2022. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement