Senin 03 Oct 2022 07:09 WIB

Aremania Korwil Bantur Jelaskan Kronologi Terjadinya Tragedi Kanjuruhan

Sanjoko sayangkan, penonton penuh dan petugas menembakkan gas air mata ke tribun.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Suporter kesebelasan Arema FC yang dikenal sebagai Aremania.
Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Suporter kesebelasan Arema FC yang dikenal sebagai Aremania.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pendukung Arema FC yang biasa dikenal dengan sebutan Aremania dari Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menceritakan kronologi terkait peristiwa mengenaskan di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) malam WIB, yang menyebabkan 125 orang meninggal.

Aremania Korwil Bantur The Black Lion, Slamet Sanjoko mengatakan, sesungguhnya selama jalannya pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya berjalan kondusif. Menurut dia, awalnya, ada dua orang yang mau berfoto bersama para pemain Arema FC usai laga yang dimenangkan tim tamu 3-2 itu.

"Kami sudah menyampaikan ke petugas untuk tidak memberikan izin," kata Sanjoko di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Ahad (2/10/2022). Sanjoko menjelaskan, dikarenakan dua orang suporter Aremania tersebut terus memaksa untuk diperbolehkan masuk dalam area lapangan, akhirnya petugas mengizinkan dua orang itu.

Baca juga : Reuters: Tragedi Kanjuruhan Wabah Salah Kelola Sepak Bola Indonesia

Menurut dia, setelah kedua orang tersebut diizinkan untuk memasuki area lapangan tersebut maka mereka ternyata menghampiri pemain Arema FC, yang saat itu masih berada di dalam lapangan. Para pemain Arema tidak langsung masuk ke ruang ganti selepas pertandingan, namun meminta maaf kepada para suporter atas kekalahan dari Persebaya.

"Dua anak itu, yang akan berfoto ternyata mereka mendekat ke pemain Arema FC. Kemudian terjadi bentrokan, pemicunya ada di situ," ujar Sanjoko.

Dia menyebutkan, setelah terjadi aksi dari dua orang suporter tersebut, kemudian memicu pendukung lainnya untuk memasuki area lapangan. Namun, Sanjoko tetap meminta kepada rekan-rekannya yang dari wilayah Bantur untuk tidak ikut masuk ke dalam lapangan.

Setelah melihat situasi mulai tidak terkendali, ia bersama rekan-rekannya segera mengemasi bendera yang dibawa ke stadion. Selain itu, Sanjoko bersama sejumlah Aremanita bergegas mencari jalan keluar karena khawatir situasi akan memburuk.

Baca juga : Ucapkan 'Hadirin yang Berbahagia' di Kanjuruhan, Ketum PSSI Dikecam

"Sekitar tiga menit kami keluar gerbang, itu ada tembakan gas air mata ke arah tribun, kami lolos dan tidak tahu bagaimana kondisi di dalam. Namun ada rekan yang terkena gas air mata," ujarnya.

Sanjoko menyayangkan adanya penembakan gas air mata ke arah tribun dan membuat para penonton panik hingga berusaha untuk berhamburan keluar. Saat itu, sambung dia, lampu pencahayaan di dalam Stadion Kanjuruhan juga sudah dimatikan oleh petugas meski kondisi tribun masih penuh penonton.

"Kalau yang masuk ke lapangan mungkin masih bisa kami terima karena mereka memang melanggar batas area. Tetapi kenapa yang di tribun salah apa, ditembak gas air mata?" ujarnya.

Petugas menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan usai laga antara Arema FC melawan Persebaya. Setelah peluit panjang ditiup, ribuan suporter masuk ke dalam lapangan dan mengejar pemain serta ofisial.

Berdasarkan data terakhir, menyebutkan bahwa korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur sebanyak 125 orang. Selain itu, dilaporkan sebanyak 323 orang mengalami luka dalam tragedi paling mengerikan nomor dua di dunia dalam sejarah sepak bola.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement