REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Di luar sebuah sekolah di Yerusalem Timur, meja-meja ditumpuk tinggi bersama dengan buku-buku pelajaran. Penumpukan meja dan buku ini merupakan bagian dari aksi protes orang tua murid Palestina terhadap tindakan Israel yang mengubah isi buku pelajaran sekolah, atau disebut sebagai kampanye sensor Israel.
Otoritas Israel menghapus dan mengedit isi buku pelajaran sekolah yang berkaitan dengan sejarah dan warisan budaya Palestina. Buku pelajaran ini diberikan kepada siswa yang sebagian besar tumbuh di lingkungan Arab-Israel.
Aksi protes ini adalah bagian dari perjuangan selama puluhan tahun antara Israel dan Palestina atas Yerusalem, dan identitas mereka sendiri. Protes berlangsung pada Sabtu (2/10/2022), melanjutkan aksi serupa sebelumnya pada pertengahan September.
“Kurikulum Palestina mewakili warisan, agama, dan sejarah kita,” kata seorang orang tua siswa, Um Yazan Ajlouni saat dia membagikan teks yang belum diedit di sebuah bangunan di luar Sekolah Dasar Al- Iman di lingkungan Beit Hanina.
"Kami tidak menerima kurikulum lain yang mengubah semua itu," kata Ajlouni menambahkan.
Puluhan orang tua siswa telah berdemonstrasi di luar sekolah pada pekan lalu. Mereka membawa spanduk dengan tulisan, "Tolak Israelisasi untuk pendidikan".
Orang-orang Palestina membagikan bagian-bagian dari buku pelajaran sekolah yang dihapus oleh otoritas Israel di media sosial. Beberapa diantaranya yaitu sebuah bagian yang menyebutkan pos pemeriksaan Israel dalam sebuah puisi dari buku berbahasa Arab, ilustrasi kunci yang merupakan simbol pengungsi Palestina di buku matematika, dan sebuah paragraf tentang perjanjian yang memisahkan Timur Tengah di buku geografi.
Israel mengatakan, buku pelajaran siswa Palestina berisi konten yang sama dengan hasutan terhadap negara dan pasukan keamanannya. Pada Juli, Israel berusaha untuk mencabut lisensi sekolah Al- Iman dan lima sekolah lainnya. Israel mengklaim telah memberikan waktu satu tahun kepada sekolah-sekolah tersebut untuk beralih ke versi bahasa Palestina yang disetujui dan disunting.
Israel merebut Yerusalem Timur pada 1967 dan mencaploknya. Langkah Israel ini tidak diakui secara internasional. Israel menyatakan seluruh Yerusalem, termasuk Yerusalem Timur sebagai ibukota abadi dan tak terpisahkan. Hal ini sesuai dengan alkitabiah, politik dan sejarah Yahudi.
Sementara Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan yang akan mencakup wilayah pendudukan Tepi Barat dan Gaza. Sejak 1967, Israel berupaya memperkenalkan silabus Israel di sekolah-sekolah di Yerusalem Timur. Upaya Israel ini mendapatkan pertentangan dari orang tua murid dan guru. Sekolah di Yerusalem Timur mengadopsi kurikulum Palestina pada 1990-an.
Menteri Pendidikan Israel, Yifat Shasha-Biton bulan lalu menulis di Twitter bahwa, sekolah-sekolah di Yerusalem Timur menggambarkan tentara Israel sebagai pembunuh dan teroris. Hal ini membuat Israel geram dan mengancam akan mencabut lisensi sekolah Palestina.
Di antara suntingan yang diamanatkan oleh pemerintah kota Israel di Yerusalem Timur adalah mengubah buku latihan yang sebelumnya menugaskan para murid untuk menyebutkan nama orang-orang Palestina yang ditahan di penjara pendudukan Israel, dengan latihan yang menugaskan murid untuk memberi nama burung perdamaian. Otoritas Israel mengubah teks yang menuduh Israel menghancurkan warisan Palestina dan mencuri artefak disertai dengan peta yang tidak berlabel Israel.
Seorang pejabat kota mendukung penggunaan buku teks yang mematuhi standar UNESCO dan tidak menghasut kekerasan. Pejabat itu juga mengatakan, pihak berwenang menawarkan pilihan kepada sekolah untuk menggunakan silabus Israel atau tetap berpegang pada kurikulum Palestina.
Seorang orang tua murid, Tareq Akash, mengatakan, perubahan isi buku pelajaran itu adalah bagian dari proses untuk menghapus identitas Palestina. Dia khawatir langkah Israel ini akan berakhir dengan penghapusan ingatan terhadap peristiwa penting yang menopang identitas komunitas Palestina, seperti peristiwa Nakba .
"Kami tidak akan membiarkan (Israel) mencuci otak anak-anak kami," kata Akash.
Menurut laporan Masyarakat Akademik Palestina untuk Studi Urusan Internasional pada 2016 yang berbasis di Yerusalem, pihak berwenang Israel secara konsisten menggunakan insentif keuangan untuk menekan sekolah-sekolah di Yerusalem Timur agar mengajarkan kurikulum Israel. Menurut pejabat kota, 15 persen dari populasi siswa Yerusalem Timur diajarkan kurikulum Israel. Sementara sepuluh tahun yang lalu, sekitar 3 persen populasi siswa di Yerusalem Timur diajarkan dengan kurikulum Israel.