Selasa 04 Oct 2022 21:31 WIB

KPK Tahan Tersangka Ke-10 Kasus Suap Penanganan Perkara di MA

KPK menyebut telah menahan seluruh tersangka dalam kasus tersebut.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ilham Tirta
Deputi Penindakan dan eksekusi KPK, Karyoto.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Deputi Penindakan dan eksekusi KPK, Karyoto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan satu penyuap hakim agung nonaktif Sudrajad Dimyati. Tersangka terakhir yang ditahan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) ini merupakan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, yakni Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

"Untuk merampungkan proses penyidikan perkara, tim penyidik menahan satu orang tersangka, yaitu IDKS," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2022).

Baca Juga

Karyoto mengatakan, Ivan akan ditahan selama 20 hari kedepan, terhitung mulai tanggal 4 Oktober 2022 sampai dengan 23 Oktober 2022. Dia bakal mendekam di Rumah Tahanan Polres Metro Jakarta Timur.

Dengan demikian, KPK telah menahan seluruh tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA tersebut. Adapun lembaga antirasuah ini menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka.

Enam di antaranya merupakan pejabat dan staf di MA. Mereka adalah Hakim Agung nonaktif MA Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yudisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua PNS MA, yaitu Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Kemudian, empat tersangka lainnya adalah dua pengacara, Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta dua pihak swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Dalam kasus ini, Sudrajad diduga menerima sejumlah uang suap untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Gugatan ini diajukan oleh dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), yaitu Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Ketua KPK, Firli Bahuri mengungkapkan, kasus dugaan suap ini berawal saat HT dan IDKS belum puas dengan keputusan persidangan di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Keduanya pun melanjutkan upaya hukum berikutnya dengan mengajukan kasasi pada Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2022.

Pengajuan itu dilakukan melalui YP dan ES yang masih dipercaya sebagai kuasa hukum HT dan IDKS. Dalam pengurusan kasasi ini, diduga YP dan ES melakukan pertemuan dan komunikasi bersama beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.

Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES, yaitu Desy Yustria (DY). Kesepakatan itu ditandai dengan adanya pemberian sejumlah uang.

Selanjutnya, DY turut mengajak dua rekannya di MA, yakni Muhajir Habibie (MH) dan Elly Tri Pangestu (ETP) untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim. "DY dan kawan-kawan diduga sebagai representasi dari SD dan beberapa pihak di Mahkamah Agung untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di Mahkamah Agung," kata Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022).

Terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES kepada majelis hakim berasal dari HT dan

IDKS. Jumlah uang yang diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah

sekitar 202 ribu dolar Singapura atau setara Rp 2,2 miliar.

Uang miliaran rupiah itu kemudian DY bagikan ke beberapa pihak. DY menerima Rp 250 juta, MH menerima sekitar Rp 850 juta, serta ETP menerima Rp 100 juta. Sedangkan SD menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta yang penerimaannya melalui ETP.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement