Jumat 07 Oct 2022 05:53 WIB

Penyuluh Agama Berperan Penting dalam Percepatan Penurunan Stunting

Permasalahan stunting adalah salah satu program nasional prioritas.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Upaya mencegah stunting (ilustrasi)
Foto: Kemenkominfo
Upaya mencegah stunting (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) RI, Suprayoga Hadi menyampaikan, permasalahan stunting adalah salah satu program nasional prioritas. Beberapa kebijakan yang strategis dalam penurunan stunting juga sudah ditetapkan.

"Alhamdulillah pada 2021 sudah dipertegas dengan adanya Perpres 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting. Ini menunjukkan komitmen pemerintah sangat jelas untuk percepatan penurunan stunting," kata dia dalam acara daring bertajuk 'Halaqoh Nasional Pelibatan Penyuluh Agama, Da'i, dan Da'iyah Mendukung Percepatan Penurunan Stunting', Kamis (6/10/2022).

Baca Juga

Suprayoga menjelaskan, angka prevalensi stunting saat ini masih 24,4, tetapi dalam tiga tahun terakhir ini, sejak 2018, angka stunting turun sekitar 6 persen dari sekitar 30 persen. Ini menunjukkan ada penurunan 2 persen setiap tahun. Sedangkan dua tahun ke depan, pihaknya akan berupaya menurunkan hingga 10 persen.

"Karena itu, peran dari penyuluh agama, dan dai-daiyah di lapangan ini menjadi penting untuk bergabung dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat desa/kelurahan, yang bisa mengonsolidasikan berbagai hal yang ada," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Maria Endang memaparkan, stunting itu diukur dengan tinggi badan yang disesuaikan dengan usia. Stunting terjadi karena asupan gizi yang tidak kuat, sering sakit dan kurang ada stimulasi dalam pola asuh.

Mengenai dampak stunting, Maria menjelaskan, anak yang stunting itu tumbuh tidak optimal. Sebanyak 23 persen anak-anak di Indonesia lahir dalam kondisi sudah stunting. Ukuran panjang badan bayi baru lahir yang stunting, yakni di bawah 48 cm. Artinya ada masalah saat kehamilan dan bahkan sebelum hamil.

"Kemudian dari 6 bulan sampai 24 bulan, itu naik tinggi (persentase anak yang stunting). Berarti ada masalah dengan makanan pendamping ASI (MPASI). Ternyata yang paling kurang dalam makanan yang diberikan untuk MPASI itu adalah kurangnya protein hewan. Misalnya telur, ikan, dan daging. Ini sangat kurang dalam asupan makanan anak-anak kita. Padahal itu bagus untuk hormon pertumbuhan. Jadi ini mohon untuk bisa menjadi perhatian," kata dia.

Terkait banyaknya bayi stunting, Maria mengulas soal fase sebelum hamil pada remaja putri. Dia mengatakan, remaja putri yang anemia itu 32 persen, wanita usia subur yang anemia 24 persen, dan ibu hamil yang anemia 48,9 persen. Artinya, satu dari dua ibu hamil memiliki risiko anaknya bisa stunting.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement