REPUBLIKA.CO.ID, SWISS -- Pemerintah Swiss telah mengirimkan rancangan undang-undang ke parlemen untuk mendenda orang-orang yang melanggar larangan nasional menutup wajah. Besaran dendanya mencapai 1.000 Franc Swiss atau sekitar Rp 15 juta.
Rancangan undang-undang yang dikirim pada Rabu (12/10/2022) itu mengikuti referendum pada 2021 tentang pelarangan penggunaan penutup wajah. Meski begitu, masker yang digunakan untuk pencegahan Covid-19 tidak termasuk dalam aturan tersebut.
Larangan yang diusulkan, juga dikenal sebagai "larangan burqa", didukung oleh 51,2 persen pemilih. Pada saat itu, gagasan tersebut dikritik sebagai islamofobia dan seksis. Setelah berkonsultasi, kabinet mempermudah seruan untuk menetapkan larangan dalam KUHP dan denda pelanggar hingga 10 ribu Franc Swiss.
"Larangan menutupi wajah bertujuan untuk memastikan keamanan dan ketertiban umum. Hukuman bukan prioritas," kata Kabinet melalui pernyataan resminya, dikutip dari Aljazirah, Kamis (13/10/2022).
Sejarah sayap kanan
Inisiatif untuk melarang penutup wajah diluncurkan oleh Egerkinger Komitee, sebuah kelompok yang mencakup politisi dari partai sayap kanan People's Party. Mereka mengaku telah mengorganisir "perlawanan terhadap klaim kekuasaan politik Islam di Swiss".
RUU tersebut sebetulnya tidak menyebutkan burqa atau niqab, tetapi melarang orang menutupi wajah mereka di tempat umum, seperti transportasi umum, restoran, atau ketika berjalan di jalan. Berdasarkan RUU, mata, hidung, dan mulut harus terlihat.
Seorang Muslimah, contohnya boleh mengenakan hijab yang menutupi rambutnya. Akan tetapi, mereka tidak boleh mengenakan pakaian yang hanya memperlihatkan mata saja (niqab) atau kain penutup seluruh tubuh yang juga menutupi wajah (burqa).
Penggunaan burqa diperbolehkan hanya di tempat-tempat ibadah. Ada pula pengecualian lain dalam undang-undang yang mencakup penutup wajah, yakni untuk alasan keamanan, iklim, atau kesehatan, yang berarti orang diizinkan memakai masker untuk melindungi diri dari Covid-19.