Rabu 19 Oct 2022 13:14 WIB

BPOM Bakal Sanksi Produk Obat yang Melebihi Batas Ambang Aman

Kemenkes telah melarang penjualan obat bebas bebas berbentuk sirup.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ilham Tirta
Kasus gangguan ginjal akut misterius.
Foto: Republika
Kasus gangguan ginjal akut misterius.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemunculan laporan gangguan ginjal akut misterius memicu kekhawatiran disebabkan oleh sirup paracetamol, seperti yang beredar di Gambia, Afrika Barat. Sirup tersebut belakangan dikaitkan dengan meninggalnya 70 anak akibat gagal ginjal akut lantaran temuan kandungan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).

 

Baca Juga

Kementerian Kesehatan juga telah menginstruksikan agar seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas dalam bentuk sirup kepada masyarakat. Instruksi dikeluarkan Kemenkes sebagai kewaspadaan atas temuan gangguan ginjal akut progresif atipikal yang mayoritas menyerang usia anak di Indonesia.

 

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) kembali menyampaikan, obat sirup untuk anak yang disebutkan dalam informasi dari WHO, terdiri dari Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempat produk tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.

 

"Keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia dan hingga saat ini, produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM," kata Kepala BPOM, Penny K Lukito dalam keterangan tertulis, Rabu (19/10/2022).

BPOM, lanjut Penny, akan melakukan pengawasan secara komprehensif pre- dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia. Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG. 

Namun demikian, EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan. BPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.

BPOM juga melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG. Hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi.

 

"Selanjutnya, untuk produk yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar dan/atau pencabutan Izin Edar," kata Penny.

BPOM meminta semua industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan.

BPOM juga mengajak masyarakat menggunakan obat secara aman dan menggunakan obat secara sesuai dan tidak melebihi aturan pakai. "Masyarakat harus membaca dengan seksama peringatan dalam kemasan; menghindari penggunaan sisa obat sirup yang sudah terbuka dan disimpan lama; melakukan konsultasi kepada dokter, apoteker atau tenaga kesehatan lainnya apabila gejala tidak berkurang setelah 3 hari penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas pada upaya pengobatan sendiri (swamedikasi); melaporkan secara lengkap obat yang digunakan pada swamedikasi kepada tenaga kesehatan dan melaporkan efek samping obat kepada tenaga kesehatan terdekat atau melalui aplikasi layanan BPOM Mobile dan e-MESO Mobile," kata Penny.

BPOM juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan menggunakan produk obat yang terdaftar di BPOM yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kefarmasian atau sumber resmi serta selalu ingat Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah menjelaskan penyebab terjadinya gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) belum diketahui. Investigasi lebih lanjut perlu dilakukan bersama BPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan pihak terkait lainnya.

BPOM mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pasca penggunaan obat sebagai bagian dari pencegahan kejadian tidak diinginkan yang lebih besar dampaknya. "BPOM juga berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan pihak terkait lainnya dalam rangka pengawasan keamanan obat (farmakovigilans) yang beredar dan digunakan untuk pengobatan di Indonesia," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement