Sabtu 22 Oct 2022 15:45 WIB

Parlemen Sri Lanka Loloskan Amandemen Pangkas Kekuasaan Presiden

Keputusan parlemen Sri Lanka sebagai upaya meningkatkan perlindungan antikorupsi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe dan istrinya Maithree tiba di kompleks parlemen di Kolombo, Sri Lanka, Rabu, 3 Agustus 2022. Parlemen Sri Lanka Loloskan Amandemen Pangkas Kekuasaan Presiden
Foto: AP/Eranga Jayawardena
Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe dan istrinya Maithree tiba di kompleks parlemen di Kolombo, Sri Lanka, Rabu, 3 Agustus 2022. Parlemen Sri Lanka Loloskan Amandemen Pangkas Kekuasaan Presiden

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Parlemen Sri Lanka meloloskan amandemen konstitusi yang bertujuan memangkas kekuasaan presiden, Jumat (21/10/2022). Keputusan ini sebagai upaya meningkatkan perlindungan antikorupsi dan membantu menemukan jalan keluar dari krisis keuangan terburuk negara itu sejak kemerdekaan.

Amandemen itu disahkan dengan mayoritas dua pertiga yang diperlukan. "Amandemen ini tidak hanya akan membantu membawa perubahan sistem yang dituntut oleh Sri Lanka, tetapi juga akan membantu mengamankan program IMF dan bantuan internasional lainnya untuk membangun kembali ekonomi," kata Menteri Kehakiman Wijedasa Rajapakshe kepada parlemen.

Baca Juga

Partai-partai oposisi dan perwakilan masyarakat sipil telah mengecam amandemen tersebut karena tidak cukup jauh jangkauannya dalam mempromosikan akuntabilitas dan mengurangi kekuasaan pemerintah. "Ini hanya mengutak-atik kekuasaan presiden dan amandemen tidak menerapkan perubahan signifikan," kata peneliti senior di lembaga think tank Center for Policy Alternatives Bhavani Fonseka.

"Presiden masih memiliki kekuasaan untuk mengambil alih parlemen, memegang kementerian, dan dewan konstitusi masih akan memiliki sebagian besar orang yang ditunjuk pemerintah," ujarnya.

Sri Lanka telah berjuang selama berbulan-bulan untuk menemukan dana yang cukup dalam membayar impor penting seperti bahan bakar, makanan, gas untuk memasak, dan obat-obatan. Banyak orang Sri Lanka menyalahkan mantan presiden Gotabaya Rajapaksa karena menerapkan beberapa kebijakan gagal termasuk pemotongan pajak, larangan pupuk kimia yang sekarang dibatalkan, dan penundaan dalam mencari bantuan Dana Moneter Internasional (IMF). Keputusan-keputusan ini yang mengakibatkan negara tersebut gagal membayar utang luar negerinya untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Sebagai tanggapan atas protes yang meluas, Rajapaksa telah mendukung reformasi konstitusi yang akan mengurangi kekuasaan presidens eksekutif dan mengalokasikannya ke parlemen pada Juni. Dia mengundurkan diri bulan berikutnya setelah pengunjuk rasa menyerbu kantor dan kediamannya.

Pada September, Sri Lanka menandatangani kesepakatan awal dengan IMF untuk pinjaman sebesar 2,9 miliar dolar AS. Dana ini akan disalurkan dengan janji memperbaiki peraturan untuk memerangi korupsi.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement